• Sungai

    darinya laut di isi, beraneka bahan yang ia bawa, dari ikan hingga kotoran. Namun laut bersabar menampungnya. Kesabaran laut patut dicontoh.

  • Pagi Buta

    Semburat mentari di ufuk timur, masuk ke sela-sela rimbun dedaunan, ia hendak datang mengabarkan semangat beraktifitas meraih asa dan cita yang masih tersisa.

  • Malam

    Malam gemerlap bertabur bintang, bintang di langit dan di bumi. Mereka membawa cerita masing masing sebelum akhirnya masuk ke peraduan asmara.

  • Gunung

    Gunung yang kokoh, ia dibangun dengan kuasanya, bukan dengan bantuan kita. Manusia hanya bertugas merawatnya dengan baik dan amanah. Bumiku lestari

  • Siang

    Mentarinya menyinari pohon di dunia, keindahannya luar biasa.

Showing posts with label renungan. Show all posts
Showing posts with label renungan. Show all posts

Kurban sebagai Simbol Abadi antara Ritual dan Spiritual

momentum kurban 2025
Momentum kurban 2025

Ada dua momen besar yang melekat dengan 10 Dzulhijjah yakni haji dan kurban. Keduanya bukan sekadar rangkaian prosesi atau sekadar formalitas tahunan tetapi keduanya ibadah yang sarat simbolik dan kaya makna. 

Pertama, haji tanpa pemahaman yang mendalam, bisa berubah menjadi sekadar safari biasa, bahkan ada yang sibuk selfie dan memotret Ka'bah. Haji menjadi wisata religius yang melelahkan tubuh tapi tidak menggugah ruh. Seperti itu pula kalau tawaf dilakukan tanpa perenungan, maka tak jauh beda dengan mengitari tumpukan batu yang disusun menjadi rumah tua. Padahal kandungan dalam ibadah tawaf sangat mendalam. 

Kedua, berkurban. Kurban adalah puncak pembuktian ujian cinta dipersimpangan jalan, antara cinta harta dengan cinta terhadap perintah Allah ta’ala. kurban tidak semata-mata tentang apa yang telah dilepaskan, tetapi bagian dari menyerahkan kepemilikan yang semu kepada Allah yang maha abadi. 

Kalau kita menyisir lembaran sejarah, sebenarnya ibadah kurban sama tuanya dengan usia manusia di alam persada ini, yaitu ketika putra Adam as diperintah berkurban, namun dalam perjalanan sejarah, kurban mengalami penyelewengan dimana kurban berwujud manusia, di suku Aztec di Mexico mempersembahkan jantung manusia kepada dewa matahari. Di Kanaan (Irak kuno), bayi-bayi ditumbalkan untuk dewa Ba’al. Bangsa Viking mengorbankan tokoh agama untuk dewa perang mereka yakni dewa Odion, Sementara di Mesir kuno, gadis-gadis cantik ditenggelamkan sebagai sesajen bagi Dewi Sungai Nil. 

Puncaknya adalah ketika Nabi Ibrahim as diperintah menyembelih putra semata wayangnya saat usia bocah yang sedang lucu-lucunya. Beliau lakukan tanpa tawar-menawar. Kemudian digantikan domba dari surga. Digantikannya Isma’il dengan domba bukan berarti Tuhan berubah ‘pikiran’ melainkan demikian kasihnya Tuhan sekaligus menjadi jawaban bahwa manusia terlalu mahal untuk dikurbankan, bahkan untuk pengabdian sekalipun. 

Maka, bagaimana bisa manusia dikorbankan demi ambisi dunia, uang, kekuasaan terlebih untuk keuntungan pribadi? Ketika cinta pada dunia membuat seseorang tega mengorbankan sesamanya, saat itulah ia jatuh ke dalam kehinaan paling bawah. Jadi, kurban bukan sekadar sembelihan, bukan tentang jumlah daging yang dibagikan, melainkan tentang keberanian meletakkan apa yang paling kita cintai di hadapan Allah. Bukan tentang daging yang terbagi, tetapi hati yang berserah. 

Di hadapan Allah, yang diterima bukan bentuk, darah atau dagingnya karena Allah bukan dewa yang haus darah atau seperti singa yang keranjingan makan daging mentah. Melainkan esensinya adalah ketaqwaannya. 

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang    sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu… (QS. Al-Hajj: 37) 

Di sinilah semua umat Islam tidak membiarkan 10 Dzulhijjah berlalu hanya sebagai tanggal merah, melainkan sebagai panggilan langit bagi hati yang bersedia disucikan, sebab yang Allah terima bukan darah dan daging, tapi ketakwaan dan kerelaan yang mengiringinya.

Share:

Jejak yang Tak Mati: Ziarah ke Pusara Para Wali

Kawasan makam Sunan Ampel
 Kemarin, tiga hari lamanya menembus gelap malam menerjang teriknya siang bolong berziarah ke makam-makam wali di Jatim, tak kurang dari tujuh belas titik yang sengaja kami ziarahi. Ada banyak hal penting yang perlu dikenal dan diambil ‘ibrah dari perjalanan religi tersebut. 

Ziarah bukan sekadar langkah kaki menuju tanah sunyi, bukan sekedar menunduk di hadapan batu nisan dan harum bunga setaman. Ziarah menjadi perjalanan spiritual dengan kaki menapak lembut di antara tanah dan langit, relung fikiran kita berada antara fana dan abadi. 

Di sana, di balik pusara, tersimpan sejarah jiwa-jiwa besar yang telah menyelesaikan tugas sucinya: menjadi hamba Allah seutuhnya, menjadi cahaya di tengah gelapnya dunia. Ziarah ke makam para wali, bukan sekadar mengingat kematian yang pasti, tetapi juga menyaksikan bukti, bahwa hidup bisa berakhir tanpa benar-benar mati. Bahwa ada manusia, yang amalnya menjelma harum, yang namanya dikenang bukan karena dunia, tetapi karena cintanya kepada Yang Maha Esa. 

Makam para wali adalah monumen hidup, situs keabadian yang disingkap oleh Allah kepada mereka yang ingin mencari arah. Ia bukan berhala yang disembah, tetapi pelita yang menuntun, bahwa manusia bisa menjadi mulia, bila hidupnya untuk Allah semata. 

Lihatlah, berapa banyak kaki melangkah ke sana, bukan untuk menyembah, tapi untuk berharap: agar hatinya diberi bara yang sama, bara cinta yang membakar dunia demi akhirat, bara dzikir yang menembus malam-malam dingin, bara amal yang tak haus pujian. 

Ziarah adalah pelajaran tanpa suara. Ia mengajarkan bahwa hidup ini bukan tentang panjang usia, tetapi tentang bagaimana meninggalkan jejak yang tak dilupa. Bahwa ada ruh-ruh mulia yang tubuhnya telah kembali ke tanah, tapi inspirasinya terus hidup, mengalir dalam doa, dzikir, dan air mata. 

Maka, wahai diri…ketika engkau bersimpuh di depan pusara para wali, jangan sekadar menunduk. Bangkitkan hatimu.Tanyakan pada dirimu sendiri: Apakah aku sedang berjalan di jalan yang sama? Ataukah hanya singgah sebagai tamu tanpa tujuan? Karena sungguh, makam para wali bukan sekadar tempat, tetapi cermin jiwa yang mengingatkan, bahwa menjadi hamba yang dicintai Allah itu nyata, dan bisa diraih— bila hidup ini benar-benar untuk-Nya.

Share:

Belanja Kebaikan di Tahun 2025

Saya tidak mau pusing berdebat soal definisi waktu, selain abstrak, waktu juga tidak memiliki pengertian tunggal, tergantung dari perspektif apa waktu didefinisikan. Yang jelas ada waktu psikologis apa yang biasanya dipikirkan orang ketika mereka bertanya apakah waktu hanyalah konstruksi pikiran, ada pula waktu fisik atau sering disebut waktu objektif dan waktu ilmiah. 

Terbukti sehari saat pesta dengan sehari di penjara secara ilmiah durasinya sama, tetapi dalam persepsi psikologis yang menjalaninya pasti berbeda. Saat pesta terasa singkat tetapi saat di penjara terasa sangat lama sekali, itulah perbedaan yang dapat dirasakan. Secara ilmiah saat ini kita telah ditakdirkan Tuhan menghirup udara tahun 2025, meski secara psikologis tidak atau belum merasakan perbedaannya.

Dalam konteks perjalanan hidup ini –tentu yang dimaksud adalah waktu ilmiah--kita bisa menganalogikan usia bagaikan modal untuk belanja kebaikan yang akan dibawa ke alam baka. Setiap individu diberi modal yang berbeda-beda. Ada yang modalnya 50 tahun, 60 tahun bahkan sampai 90 tahun lebih. Namun perlu diperhatikan bahwa keuntungan tidak tergantung besar atau kecilnya modal, melainkan dari kalkulasi nilai barang yang diperoleh dari aktivitas yang dikerjakan. Modal lima juta menjadi sepuluh juta itu lebih baik daripada modal seratus dikembangkan menjadi seratus dua puluh juta. Begitu pula usia, usia 50 tahun dengan seribu kebaikan itu lebih baik daripada satu abad dengan seribu lima ratus kebaikan. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan sementara bahwa waktu merupakan kekayaan yang tidak bisa direnovasi, apabila waktu telah rusak maka rusak dan berakhirlah sebuah babak permainan (end game). Oleh karena itu agama mengingatkan betapa pentingnya waktu. Kalau kita menyisir lembaran Al-Qur'an akan ditemukan aneka ragam sumpah yang dikaitkan dengan waktu seperti demi waktu fajar, demi waktu subuh, demi waktu dhuha, demi siang, demi malam dan masih sederet ayat ayat Al-Qur'an yang membincang seputar persoalan waktu. 

Durasi 24 jam yang kita jalani dipergunakan untuk beraktifitas seperti ibadah, makan, minum, menonton film, bercanda, main dan lain-lain merupakan investasi untuk masa depan, aktifitas baik akan mendapat balasan kebaikan, karena hidup ini menggunakan prinsip siapa yang menabur benih dialah yang berpeluang memanen, siapa yang berbuat ia harus menanggung akibatnya. Semua penggunaan waktu merupakan investasi untung rugi di hadapan Allah, kelak ada pertanggungjawabannya. Rasulullah saw bersabda;

 لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أربع: عن عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ 

Artinya, “Dua kaki seorang hamba tidak akan bergerak (pada hari kiamat) sampai dia ditanya tentang empat hal; tentang umurnya, ke mana dihabiskan; terkait ilmunya, apakah yang telah dilakukan dengan ilmu yang dimilikinya; soal hartanya, dari mana ia memperolehnya dan di mana dibelanjakan; dan tentang tubuh badannya, untuk apa ia gunakan.” (HR at-Tirmidzi) 

Perjalanan waktu detik demi detik, menit dan jam berganti hingga hari, bulan berganti bulan dan tahun pun berganti tahun, bagaikan titik demi titik yang membentuk sebuah gugusan garis yang solid. Kehadiran kita di tahun baru ini merupakan hal penting untuk disyukuri, karena masih punya kesempatan untuk belanja kebaikan yang lebih banyak lagi. 

Saya berharap di tahun ini lebih baik dan lebih beruntung dari tahun sebelum-sebelumnya. Orang beruntung adalah dia yang hari ini lebih baik dari hari kemarin dan esok lebih baik dari sekarang. Saya berharap dipertemukan dengan orang orang yang mengisnpirasi, tidak ruwet dan tidak baper serta dipertemukan orang-orang yang kehadirannya memacu iman dan taqwa serta berkarya. Di tahun ini juga semoga lebih tekun menyelesaikan beberapa buku sebagai asupan bergizi untuk ruhani serta mencerdaskan dan menyehatkan. Semoga Allah mengabulkan… amiin. 

Selamat tinggal 2024…

Share:

Al-Qur'an Versus WhatsApp


Saya tidak punya pilihan judul tulisan yang paling tepat selain pertarungan membaca al Qur'an dengan membaca WA (WhatsApp) untuk menggambarkan pertarungan hebat saling tarik menarik antara membaca postingan di WA dengan membaca al Qur'an. Bagi orang lain mungkin mudah untuk meninggalkan ikut arus dalam percakapan ringan berbau candaan belaka, tapi tentu tidak bagi saya.

Memang cukup menarik, bercakap-cakap di sebuah grup ngalor-ngidul, selain tidak terikat oleh tema tertentu yang menegangkan syaraf otak untuk berfikir, temanya juga tak terbatas, lazimnya di WA membahas sekitar persoalan canda tawa, tegur sapa di alam maya, berkirim foto atau meme-meme lucu, bila ada tema serius, prosentasenya tak lebih dari satu sampai dua persen belaka. Alih alih ingin menggeser menjadi tema bagus, serius dan bermanfaat tetapi justru malah ikut terbawa oleh derasnya arus tema yang sedang mereka usung. 

Satu lagi yang sering melintas dalam lini masa di WA saya adalah sharing dari grup lain yang murni hasil copy paste (copas). Sehingga penulis dan pembaca sulit diklarifikasi secara ilmiah dengan data-data akademis. Bisa dibayangkan betapa durasi waktu yang terkuras untuk sebuah medsos WA khusunya, sosial media lain umumnya.

Keutamaan waktu hari-hari biasa selain Ramadhan berbeda dengan sepanjang waktu dalam bulan Ramadhan, banyak hadits dan atsar sahabat yang membahas tentang hal itu, sehingga saran para ulama’ untuk memanfaatkan bulan Ramadhan yang sangat singkat dan terbatas tersebut hendaknya difokuskan mengeruk amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Termasuk membaca al Qur'an dan menyelami lebih dalam kandungan isinya. Nah, disitulah terbayangkan bagaimana sulitnya menghindar dari godaan membaca canda tawa di grup WA yang tidak terbatas vis a-vis membaca al Qur'an dalam durasi Ramadhan yang sangat singkat dan terbatas, tentu akan terjadi pertempuran sengit berebut waktu. 

Menghindari hal-hal yang tidak perlu memang butuh tekad kuat, ribuan tahun yang lalu kita diingatkan oleh Rasul saw, bahwa keimanan seseorang bisa dibaca dari kemampuannya menghindar dari sesuatu yang tidak berguna.

Setelah itu lalu heninggg… sambil mikir-mikir


Share:

Pancasila, Merah Putih dan NKRI

Duta Harian, 25 Peb 2017
Kita tinggalkan sejenak gegap gempita pesta demokrasi pemilukada yang telah usai digelar, bagi pasangan calon (paslon) yang menang dalam raihan suara terbanyak jangan jumawah, sebaliknya bagi pasangan calon yang kalah harus legowo. Kalah dan menang kompetisi di dalam negara demokrasi merupakan hal biasa, keduanya sama-sama terhormat sebagai putera bangsa yang telah beri’tikad mempersembahkan dirinya mengabdi kepada NKRI, marilah kita fokus kembali kepada persatuan dan kesatuan membangun negeri dalam kerangka bacaan yang sama, yakni persatuan dalam bingkai satu bangsa dan negara di bawah ideologi Pancasila dan Sang Saka Merah Putih.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan lahir dari proses sulap ‘aba gadabra’, tapi diawali serangkaian perjuangan panjang yang melibatkan berbagai kalangan; etnis, suku dan agamawan yang berbeda-beda, serta pengorbanan yang tak ternilai harganya berupa tenaga, harta, airmata, darah bahkan nyawa. Oleh karena itu, tidak dibenarkan klaim agama claim terhadap NKRI ini milik etnis atau agama tertentu.
Biasanya, setiap peristiwa monumental ditandai dengan berbagai konsepsi dan simbol-simbol sebagai tonggak sejarah, tak terkecuali momentum lahirnya NKRI, sebut saja pancasila, bendera, patung proklamasi, tugu dan sederet simbol monumental lainnya.
Simbol-simbol tersebut dimaksudkan untuk mengenang peristiwa yang pernah terjadi masa lampau agar generasi setelahnya tidak mengalami ‘penyakit’ amnesia sejarah, meminjam istilah Bung karno, ‘jasmerah’ kepanjangan dari jangan lupakan sejarah. Dari perspektif komunikasi, simbol-simbol tersebut dimaksudkan menghidupkan kembali teladan patriotik secara dialogis yang berkesinambungan membentengi status merdeka yang telah susah payah diraih.
Sangat tidak masuk di akal, bila muncul sekelompok kecil ‘alergi’ terhadap simbol-simbol tonggak sejarah tersebut yang notabene-nya secara legalitas formal diakui sebagai lambang negara sejak awal berdirinya bangsa ini, bahkan sejak kelompok kecil tersebut belum lahir. Menurut penulis, penghormatan terhadap simbol-simbol tersebut jauh panggang dari api dengan penghormatan dalam konteks beragama. Setidaknya ada dua simbol tonggak sejarah yang sedang hangat diperbincangkan dalam ranah publik, baik media cetak maupun online
Pertama, Pancasila. Sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar, saya membayangkan burung Garuda yang bulu di lehernya dan sayapnya berjumlah 45 dan 17 helai, kemudian bulu ekornya persis berjumlah delapan helai. Kemudian lima sila adalah ucapan burung garuda tersebut, rupanya asumsi itu tidak benar. Garuda adalah lambang negara, sedangkan numerik di atas adalah simbol yang bertalian dengan hari kemerdekaan, lima sila yang melekat abstrak di dalamnya menjadi falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Bila demikian, maka pancasila menjadi hal yang sangat fundamental dan terhormat, siapapun yang menghinanya harus ditindak tegas.
Konstruk filosofis rumusan Pancasila sebangun dengan kultur kehidupan bangsa Indonesia yang heterogen dan plural. Penjabaran reflektif kelima silanya harus meng-ejahwentah dalam bentuk etika prilaku berbangsa dan bernegara, semua individu maupun kelompok yang tumbuh-kembang di bumi pertiwi ‘haram’ berseberangan dengan falsafah pancasila terlebih lagi bertentangan. Pendek kata, manusia Indonesia harus hidup berketuhanan, beradab, bersatu, suka musyawarah dan berkeadilan. Oleh karena itu, semua aktifitas kebangsaan harus mencerminkan penjabaran dari sila-sila Pancasila yang sudah diajarkan oleh guru-guru kita sejak usia dini itu, ia menjadi soko guru etik NKRI, karenanya tidak dibenarkan menolak kehadiran Pancasila.
TAP MPRS/No.XX/MPRS/1966 menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, dari sana diharapkan memancarkan sumber-sumber etika politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hiruk-pikuk aktifitas berbangsa dan bernegara harus bertumpu dalam tatanan nilai yang terkandung dalam Pancasila, bagi Indonesia Pancasila laksana ‘kompas’ penunjuk arah untuk menyamakan visi dalam konteks pembangunan NKRI yang lebih kokoh dan solid, karena itu, tidak ada pilihan lain bagi orang orang yang tidak sepaham dengan pancasila, kecuali dia harus mencari lahan di belahan bumi lain sebagai tempat berdiam diri selain tanah pertiwi nan permai ini. Semua prolog diatas mengantarkan kepata kita untuk menyimpulkan, pancasila adalah perekat persatuan dan kesatuan dimana semua hiruk pikuk aktifitas kebangsaan berada di bawah falsafah nilainya.
Kedua, Bendera Merah Putih, Secara jelas disebutkan dalam pasal 35 UUD 1945, Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, perlakuannya secara tekhnis diatur dalam UU No 24 Tahun 2009. Pasal tersebut berlaku universal berlaku semua rakyat Indonesia, keberlakuannya tidak diskriminatif, tak peduli berbeda agama, keyakinan, etnis, suku, maupun kelas sosialnya, baik pejabat maupun rakyat jelatah, tokoh masyarakat maupun orang biasa, semua ‘wajib’ berbedera negara Merah Putih dan harus menghormatinya sebagai bentuk kecintaan terhadap NKRI, melalui kibarnya semangat darah patriot bergolak melawan penjajah dengan niat yang suci yaitu memperjuangkan pekik kemmerdekaan Indonesia.
Bendera Merah Putih sebagai sebuah simbol merdeka dikibarkan pertama kali oleh Bung Karno dan kawan-kawan, pada tanggal 17 Agustus di Jl. pengangsaan No. 56 Jakarta. Dari sana tonggak dimulainya tinta sejarah bangsa Indonesia meng-ada dalam statusnya yang merdeka.
Dalam catatan sejarah, konon warna merah putih sudah masyhur sejak zaman majapahit, bahkan ada sejarah yang menyebutkan, Jayakatwang menyerang Singosari sudah menggunakan bendera merah putih, sekitar tahun 1292. Terlepas benar dan tidaknya, yang pasti, bendera Merah Putih saat ini sudah sah di mata dunia menjadi bendera negara Indonesia, di bawah kibarnya bangsa ini berdiam diri.
Sangsaka Merah Putih memang tak bertuliskan kata-kata, grafik image atau numerik, namun eksistensi warnanya memancarkan makna, merah artinya berani dan putih artinya suci. Ia harus dijaga, dihormati dan dibela bila ada yang coba-coba ‘mengubah’ ptronase orisinilitasnya. bukan membela sepotong kain dwi warna, tetapi membela Merah Putih berarti membela bangsa dan segala isinya. Di mana pembelaannya dibebankan di atas pundak putera bangsa dengan tekad baja dan semangat empat lima laksana pejuang terdahulu merebut bangsa ini dari cengkeraman kuku penjajah. Kira-kira penghormatan seperti itulah yang diamanatkan oleh UUD 1945 tersebut.
Perlu dicatat, menghormati bendera bukan kultus terhadap benda mati, melainkan bukti tanggung jawab dan cinta tanah air, dari sana kita dipatri menjadi NKRI yang jaya dan bebas dari penjajah. Pembelokan tafsir atas penghormatan yang dikait-kaitkan dengan agama –menurut penulis—adalah tafsir yang berlebihan dan a-historis. Keduanya beda kapling pemikirannya, bila akidah dalam ranah hidup beragama, maka bendera berada dalam ranah bernegara. Dengan demikian jelaslah kiranya, Pancasila, Bendera Merah Putih dan NKRI adalah tiga serangkai yang saling terkait dan terikat. 
selengkapnya linknya ada di sini
Share:

Peran Pemerintah Dalam Peningkatan Minat Baca

Terbit, 25 Nopember 2016
Peran Pemerintah Dalam Peningkatan Minat Baca adalah artikel yang sempat di terbitkan di koran lokas bertepatan pada hari guru, cukup beralasan kiranya pimpinan redaksi Tangselpos menertbitkan bertepatan dengan hari guru, karena tema tulisan ini sangat kental dengan nuansa pendidikan. selamat membaca.
Seiring dengan kuatnya bacaan orientasi keahlian dan peneguhan cita-cita anak bangsa ditemukan bentuknya, cendekiawan bijak bestari pernah mengatakan, buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya. Buku bergizi akan menambah supply pengetahuan yang berkualitas, pada akhirnya tercetak generasi berpengetahuan luas yang didedikasikan sebagai aset bangsa. Sebuah bangsa dengan pengetahuan maju akan lebih percaya diri untuk tetap duduk sama rendah berdiri sama tinggi di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia. 

Negara-negara maju banyak menerapkan pengetahuan sebagai kekuatan dan aset bangsanya, Francis Bacon pernah mengatakan knowledge is power, mereka sadar bahwa sumber daya alam yang dimiliki sangat terbatas seiring tumbuh kembangnya jumlah penduduk yang terus bertambah. Lalu bagaimana pergulatan putera puteri ibu pertiwi ini dengan minat baca.

Minat baca bangsa Indonesia sangat memprihatinkan, terbukti melalui hasil survey "Most Littered Nation In the World" oleh Central Connecticut State Univesity Maret 2016 yang menempatkan Indonesia jatuh di peringkat ke-60 dari 61 negara, Posisi Indonesia persis berada di bawah Thailand peringkat 59 (Kompas, 29/8/2016).

Komitmen peningkatan minat baca anak bangsa yang diinisiasi PT Gramedia Asri Media patut diberikan penghargaan setinggi-tingginya, ide cemerlang melalui event big sale yang diselenggarakan di kawasan Industri Pergudangan Taman Tekno, XI Blok D 12B-15 BSD City, Tangerang Selatan, sejak tanggal 8 sampai dengan 22 Nopember tak pernah sepi pengunjung. Tak kurang dari 20.000 judul buku dijual dengan harga murah di sana. 

Masyarakat berbondong-bondong rela masuk dalam jajaran anggota antrean panjang, hingga diberlakukan buka tutup, masing masing pengunjung diberi kesempatan satu jam untuk membrong buku yang diminatinya. Pemandangan seperti ini kiranya sudah cukup menjadi bukti, bahwa minat baca bangsa ini masih relatif tinggi, adapun fakta menempatkan Indonesia berada pada di peringkat ke- 60 dunia, lebih disebabkan faktor ekonomi menghadapi realitas harga buku tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah. Tinggal bagaimana respon pemerintah menangani realitas perbukuan yang ada saat ini, supaya penerbit mampu mematok harga yang lebih terjangkau oleh semua kalangan.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan pendidikan –termasuk minat baca-- memang sudah dilakukan antara lain berupa naungan payung hukum di bawah UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Pencanangan Gerakan Membaca. Disusul dengan Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti, bentuk implementasinya berupa penggunaan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran, hal ini dimaksudkan untuk menemu-kenali potensi siswa, dalam konteks siswa sebagai subjek sedangkan Permendikbud berfungsi sebagai predikat. Hemat penulis, langkah tersebut masih harus diikuti dengan objek sasarannya, yaitu buku murah yang terjangkau oleh orang-orang berkantong dangkal. 

Problem peningkatan mutu sumber daya manusia dimana pendidikan dan pengetahuan sebagai tolak ukurnya memang banyak menemui banyak kendala, selain peroalan jumlah anggaran, sistem pembelajaran, kompetensi guru, infrastruktur, juga diperparah oleh rendahnya minat baca, walhasil penyediaan buku murah menjadi salah satu mesin dongkrak meningkatkan pendidikan secara umum dan merata, segmentasinya tidak hanya di bangku-bangku sekolah atau kuliah, terbatas hanya pelajar dan mahasiswa, upaya ini dimaksudkan mampu menggeser paradigma warga negara menjadi lebih maju, lebih kreatif dan orienntatif dalam menyongsong masa depannya. 

Dengan buku murah, setiap warga diharapkan menjadi kolektor buku kemudian menelusuri kandungan pengetahuan dalam buku koleksinya, baik di rumah, di tempat kerja, terutama di lembaga-lembaga pendidikan. Pemanfaatan waktu luang untuk membaca lebih terbentang luas, bukankah Cicero seorang orator dan penulis dunia pernah mengatakan: “a room without book like body without soul”. Membaca buku berkualitas akan mempercepat roda penggerak agenda perubahan, karena dalam buku yang dibaca tergambar isi dunia, letak, pelaku dengan segala karekater yang melingkupinya. 

Pendek kata membaca adalah jendela dunia. Inilah sesungguhnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu implementasi jargon ‘revolusi mental’ yang mana gaungnya telah diperdengarkan di ruang dengan kita di babak-babak awal kampanye pemilihan presiden terpilih saat ini, melalui bacaan ranah wawasan bertambah serta memicu imajinasi dan kreatifitas generasi selanjutnya. Bermula dari imajinasi selanjutkan dilakukan sebuah aksi atas gambara dunia dengan segala isi dan hiruk pikunya penduduk dunia, termasuk letak dan segala karakter yang melingnkupinya. Sketsa kejadian di dunia terpampang jelas dan membentang luas di hadapan pembacanya. Dari ruang baca tersebut akan lahir ide-ide tiruan atau bahkan menciptakan hal hal baru untuk kemajuan bangsa ini.

Pertanyaan mendasarnya adalah, bagaimana cara menciptakan buku murah yang sesuai dengan kompetensi pembacanya, bila buku hibah terkadang tidak sesuai dengan keinginan pembaca. Tentunya selain upaya-upaya tekhnis di atas, Tidak lain adalah upaya campurtangan pemerintah secara praktis dengan menyisihkan anggaran dana belanja pendidikan dialihkan ke penerbit-penerbit yang berkompeten diwujudkan dalam bentuk subsidi kertas untuk menerbitkan buku, mengingat bahan dasar buku adalah kertas. 

Langkah alternatif ini dimaksudkan supaya penerbit mampu mencetak buku dengan biaya murah, kemudian diikuti dengan harga buku murah pula. Fasilitas subsidi kertas juga semakin meningkatkan daya rangsang penulis dengan memberikan lebih insentif dari alokasi pendanaan untuk kertas tersebut, Murahnya harga buku tersebut pada akhirnya akan terjangkau oleh semua kalangan, utamanya pera pelajar dan mahasiswa. Keuntungan langkah alternatif ini juga akan memacu peningkatan produksi kertas diikuti budidaya bahan baku kertas, tidak hanya itu saya kira, penulis penulis akan bermunculan dan penerbit bersaing di bawah pengawasan pemerintah.

Share:

Happy Birthday Ilma Kamila Sayang

Di hari jadimu yang kelima ini Nduuk
Ku rangkai kata doa indah sebagai bukti cintaku kepadamu, kan ku lantunkan dalam malam kelam agar terdengar nyaring oleh alam, biar malaikat mengamininya dalam miliu haru nan sendu. Hubungan batin seorang anak dan Bapak seperti ini tak akan sirna hingga alam digulung, air laut ditumpahkan, putaran bumi dihentikan. Kasih sayang orang tua bak permata yang selalu bersinar dan berharga dimanapun jua. Dirimu akan selalu ku hadirkan dalam doa agar selalu berpayung kasih sayang dan bernaung dalam ampunan, jasmani kuat dan ruhani sehat, kokoh iman dan mampu menebar ihsan

Di hari ini pula Nduk…
Tekadkan niatmu untuk mengabdi kepada Yang Maha Kuasa, bahwa tiada Tuhan perkasa yang mencipta kecuali gusti Allah ta’ala dan kanjeng Nabi Muhammad saw adalah utusan-Nya, ia menjadi pelita hati bagi ummat Islam di dunia, dari dulum kini dan akan datang, dahulu sekarang dan akan datang. Kubur dalam dalam keraguan pada kuasa Tuhan, buang jauh jauh was was dan segala bentuk ketidak percayaan. Bulatkan semangat mengabdi kepada Agama dan berbuat baik kepada kedua orang tua serta berbagi untuk sesama manusia. Orang yang paling baik adalah dia yang panjang usianya dan baik sepak terjangnya, sebaliknya seburuk buruk manusia adalah dia yang panjang usianya dan rusak akhlaknya. Jadilah engkau orang yang bermandaat, apapun jabatanmu, dimanapun dan kapanpun jua. Apalah artinya hidup bila tak pernah membukukan kebaikan untuk sesama. Ketahuilah bahwa ayat al Qur'an bertebaran berbicara tentang kehidupan sosial

Hari ulang tahunmu Nduukk..
Pada hari ni adalalh hari sabtu 26 maret, lima tahun yang lalu engkau begitu lemah, jerit tangis sebagai panggilan atas kelemahanmu, semakin kencang kau menangis semakin cepat pula engkau ditolong, pahamilah, begitu pula ketidak berdayaan manusia dihadapan Allahm semakin sering engkau menjerit dalam doa, maka semakin cepat pula engkau ditolong oleh Allah, orang yang tidak mau berdoa dianggap sebagai orang yang sombongm begitulah kira kira isi hadits Nabi saw

Di hari ini pula Ndukkk…
Aku berpesan, jangan pernah sedikitpun dibalutan kelemahan seorang manusia bersikap sombong terhadap sesama, kepada anjing cacat sekalipun, karena semua yang melekat dan kesempurnaan manusia hanyalah titipan, usaha kita tak akan sampai pada kemulyaan kecuali atas pertolongannya. Kau yang kini mulai merenda tulis dan baca semoga keberhasilan selalu berpihak dan manfaat selalu menyertai setiap jengkal langkahmu

Masih banyak curahan hati yang tak sanggup diwakili narasi atau pilihan diksi, karena yang dipikirkan tak selalu bisa dituliskan. Ya Allah ya rabb kabulkan semua doa yang terucap dan yang tersimpan di dalam hati ini, happy birthday ke-5 Ilma Kamila ‘Putri’
Share:

Menjadi Pendengar yang Baik

Tanpa ada tendensi apapun dan tidak berpretensi apapun, tulisan ini didedikasikan semata mata ingin mendalami arti penting menjadi pendengar yang baik terhadap keluh kesah orang lain dan sulitnya memposisikan diri sebagai teman berbagi. Pandengar yang baik punya arti penting untuk menampung letupan emosi orang lain, karena semua orang nyaris pernah merasakan hal pahit yang menyedihkan hingga tak tertahan keluh kesah sebagai respon alamiah sifat ke-manusiawi-annya, tempat dicurahkannya tentu kepada orang-orang terdekat sebagai bentuk ekspresi interaksi sosial, tentu setelah semua ditumpahkan kepada Tuhan semesta alam sumber dari segala solusi dan ketentuannya.

Saya yakin, semua orang punya sosok persona yang dianggap layak menjadi tumpahan curahan isi hatinya dan akan sangat berbahagia karena ada teman berbagi keluh dan kesah yang memungkinkan bisa meringankan himpitan sesak di dada seseorang, sosok inilah akan menjadi pendingin suasana dan penetralisir gundah gulana, namun tak semua orang mampu melakukannya dengan baik, Faktanya mencari orang yang benar-benar mampu menjadi tempat adu-an curahan hati tidaklah mudah, karena secara mental ia harus siap berposisi lebur dalam empati merasakan kepedihan, keluhan dan penderitaan orang. Bukan slogan atau nasehat counter attack yang mungkin menurut penulis pada saat curahan dimuntahkan tidaklah tepat.

Ada saatnya kita diam untuk mendengarkan secara khusyu’ seraya sesekali melepaskan positive support supaya dijadikan sebagai energi untuk bangkit dari kegelisahan yang berlarut-larut, tentu perlu segera dicatat bahwa pada kondisi seperti itu tidak butuh nasehat, karena tak mudah menasehati seseorang yang sedang meletupkan kegalauan hatinya. Ia yang sedang dirundung gelisah hanya butuh simpati dan mendengar serta mencermati curahan hati sebagai bukti rasa empati.
Share:

Valentine's Day dan Dogma Agama tentang Kasih Sayang

Hari kasih sayang atau valentine’s day yang diperingati oleh dunia pada tanggal 14 Pebruari khususnya para muda-mudi yang sedang dimabuk asmara, bila ditelusuri akar historisnya, maka akan didapati banyak versi. Entahlah mana yang paling otentik untuk ditautkan sebagai legenda lahirnya hari raya cinta dan romatisasi pasangan. Banyak kalangan remaja yang merayakannya dengan saling bertukar notisi kartu ucapan valentine yang dilambangkan dengan hati dan panah disertai dengan coklat dan mawar. Bagaimanakah tinjauan historis dibalik itu semua?.

Tak sedikit remaja yang larut dalam perayaan valentine’s secara berlebihan, sampai-sampai tidak sanggup menahan gelora asmara kemudian hanyut dalam arus gelombang keburukan dengan dalih atas nama cinta dan kasih sayang, bahkan, diperparah lagi dengan pesta tukar pasangan kencan, atau berhubungan badan di luar pernikahan yang sah. Terlepas dari itu semua kasih sayang secara isi dibenarkan oleh agama sebagai sebuah kebaikan, penulis lebih kenosentrasi pemaknaan kasih sayang dari segi isi dari pada bungkusnya, lebih menitik beratkan pada konten dan tampilan.
Share:

Berkarya Kemudian Menyejarah

Terkadang terlintas dalam pikiran yang bosan berputar dalam pusaran arus perjalanan hidup yang ‘begini-begini saja’, tak ada nuansa hidup lain, selain rutinitas yang padat, bekerja, kuliah dan di akhir bulan menunggu gajian tiba. Ada hampa di dalamnya karena tak ada harapan yang lebih berarti untuk ditinggalkan dalam setiap jengkal liku kehidupan ini. Berawal dari sini, semoga ada secercah harapan baru yang layak dijadikan modal penting untuk merefleksikan kehidupan, karena hidup yang tidak direfleksikan maka tak layak untuk dihidupi. 

Untuk menjadi hidup lebih bermakna, salah satunya adalah harus dilalui dengan melahirkan sebuah karya, dengannya alam sekitar bisa mengingat dan siap untuk diapresiasi oleh orang-orang setelah kita, karena tanpa karya apapun mustahil anak cucu mengingatnya apalagi membanggakannya. Setidaknya ada dua isi kehidupan ini, yakni membaca dan menulis, dengan membaca wawasan menjadi luas, pengetahuan makin mendalam dan sudut pandang keilmuan menjadi lebar. Karena pengetahuan pula salah satu cara untuk berekspresi dalam menjani langkah kehidupan yang kian hari kian sulit, rumit dan problema terus membumbung tinggi melangit.
Share:

Selektif Memilah dan Memilih Guru


Penyematan klausul baik-buruk seseorang biasanya dikaitkan dengan lembaga pendidikan formal maupun tidak formal tidaklah terlalu salah, karena lembaga pendidikan di masjid, surau, mushollah, sekolah atau kampus difungsikan untuk perbaikan (lil ishlah). Di sana peserta didik diasah dan diasuh seorang guru yang didedikasikan untuk mengukir melakukan perbaikan karakter. Sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan untuk memilah dan memilih guru, baik untuk diri sendiri maupun orang terdekat kita. Kiranya sangat penting melakukan seleksi sebelum terlanjur memuji, karena guru amat penting eksistensinya dalam kehidupan ini, tidak sekedar mengajar tetapi juga mendidik. Perbedaan pengajaran dan pendidikan kiranya sudah tidak diperdebatkan lagi, bahwa keduanya sangat berbeda, mendidik lebih pada membentuk karakter, sedang mengajar titik tekannya pada transformasi pengetahuan.

Mula-mula seorang guru haruslah baik karakternya, Ibn Athoillah as-Sakandari membuat analogi guru bagaikan dokter (al mursyiid ka at-thabib) ia memahami tindakan yang harus dilakukan untuk mengobati ‘penyakit’ muridnya, sedangkan murid bagaikan mayit (al muriid ka al-mayyit) yang taat bukan karena keterpaksaan tetapi sebuah kebutuhan. Boleh jadi salah diagnosa berimplikasi salah resep dan obatnya, seorang guru yang tak pandai memahami latar belakang kekurangan muridnya, boleh jadi nasehatnya tidak mengobati justru menyakiti.

Guru sejati adalah ia yang menjadi teladan bagi peserta didiknya, meminjam unen-unen jawa guru itu digugu yo ditiru (di dengar dan diteladani) ia menjadi penuntun sekaligus temannya laksana Rasul dan Sahabatnya, layaknya Plato mengidolakan Socrates, hingga karya-karyanya diwarnai karakter Socrates, karena itu guru tidak hanya sekedar menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) melainkan juga punya visi dan misi memberi teladan dan membangun karakter peserta didiknya. Dalam hal ini, KH. Dewantoro mengatakan sebuah falsafah jawa “ing ngarso sang tulodho ing madyo mangun karso tut wuri handayani”, pendek kata, ketiak di depan menjadi teladan ketika di belakang suply semangat, sejalan dengan al Qur’an: “Laqad kana fi rasulillahi uswatun hasanah”, artinya: “sesungguhnya di dalam diri Rasul adalah teladan yang baik”.

Titel uswah kenabian dalam al Quran hanya diberikan kepada dua nabi, yakni Ibrahim as (Qs. Al-Mumtahanah:4) dan kepada Rasul saw (Qs. Al-Ahzab:21), keduanya layak diteladani sejak kecil. keduanya juga terabadikan dalam bacaan shalawat dalam tasyahud akhir setiap sholat, atau lebih dikenal shalawat ibrahimiy. KH. Asrori al-Ishaqiy dalam sebuah majlisnya menjelaskan bahwa seseorang belajar kepada guru bukan semata-mata mencari kepintaran melainkan inign mengikuti tindak lampahnya. Karenanya tak banyak yang bisa diharapkan seorang guru yang memiliki karakter buruk.

Karakter buruk yang melekat terkadang tidak disadari, justru menjadikan personal guru sebagai sosok yangmemuakkan, ucapannya memerahkan telinga, ia berkata namun dalam hati peserta didiknya dari A-Z ditolak mentah mentah, tak pernah menilai dari sisi usaha yang ia dambakan hanya hasil semata, lebih parah lagi semua kata-katanya diilhami semata mata ingin menyindir sana sini tak jelas arah bicaranya, ngelantur bak kesurupan atau seperti orang mabuk makan kecubung. Ke-gemas-an melihat ulah yang demikian mugkin kadang membangkit diri untuk melayangkan PALU.

Tak jarang pula guru yang berkarater buruk, punya sifat pilih kasih, sering membanggakan diri dibumbui dengan sifat sombong dan meremehkan peserta didiknya. Memberi nasehat tak lain hanya sebatas melampiaskan dendam kesumat yang tak terbalaskan, menelanjangi kekurangan muridnya di hadapan publik pelajar lain supaya ditertawakan dan direndahkan, ia merasa bahwa kata-katanya menyentuh hati padahal hanya mengundang gelak tawa bagai komedian tak beriklan. Terlebih lagi yangmenggelikan hati adalah merasa dirinya dibutuhkan kehadirannya, padahal tanpa disadari ulahnya banyak menyisakan luka, nasehatnya memerahkan telinga, kelincahan olah katanya bak orator yang tak kebagian panggung. Guru yang demikian, jelas dia sedang kalap dan lupa bahwa antara yang diajari dan yang mengajari keduanya harus berttanggung jawab di hadapan Allah yang maha Adil.

Share:

Menghibahkan Serpihan Waktu

Semua makhluk mafhum bahwa hidup adalah sebuah perjuangan, karena manusia terlahir juga diperjuangkan oleh ibu kandungnya, bayi dan menginjak remaja pun diperjuangkan oleh orang tua yang kasihnya tak pakai perhitungan. Semenjak dewasa di saat usia keduanya kian renta, setiap insan diperintah untuk berjuang, detik demi detik langkahnya terilhami oleh perjuangan. Hingga akhirnya kondisi memaksa untuk membagai waktu untuk diri, keluarga dan buku.

Keluarga adalah segalanya, terlebih lagi keluarga sakinah. Bukan saja dambaan manusia hatta hewan sekalipun memimpikannya. Memantaskan diri menjadi status anggota dan pimpinan dalam keluarga menjadi sebuah keniscayaan, tak boleh dibelah sekulit aripun oleh kesibukan. Pengertian ditunjang kepedualian anak dan isteri serta teman-teman kuliahku bak bahan bakar yang sengaja dituang untuk membakar dan menyalakan semangatku yang sudah nyaris padam ditelan usia.

Perjuangan hidup tak cukup hanya berkeluarga, tetapi keilmuan dan amal harus juga menjadi prioritas, denganya menjadi mulya walau hidup sebatangkara, dengannya menjadi berharga walau hidup tak mewah. Dari situlah kebangkitan mengokohkan keilmuan dan beramal ikut serta dipertaruhkan dalam setiap inchi kehidupan.
Share:

Muhasabah

Hari menjelang malam saatnya ber-muhasabah, mengintrospeksi diri atas segala sesuatu yang telah dikerjakan selama sehari penuh, lebih banyak mana antara kebaikan dan keburukannya, bila banyak kebaikannya maka ucapkan hamdalah tetapi bila aktifitas hari ini banyak didominasi keburukan, maka berlindunglah dan mohon ampunlah kepada-Nya. Itulah prilaku orang orang yang pandai dalam beramal, sebagaimana HR. Imam Turmudzi

"Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata, "Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT". (HR. Imam Turmudzi)

Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung secara detail walaupun tidak harus ditulis satu persatu, menit per-menit atau jam per-jam tetapi dapat dilakukan dengan cara merenung sesaat, untuk mengetahui betapa banyak ibadah sunnat yang terlewatkan. Ibadah yang seharusnya dilakukan tetapi ditinggalkan, misalnya setiap denyut nadi seharusnya untuk dzikir tetapi terlewatkan begitu saja, setiap tarikan dan hembusan nafas seharusnya disertai dengan ibadah tetapi banyak pula hembusan yang terbuang dengan sia-sia belaka. Dengan perenungan mendalam disertai dengan kesadaran penghambaan kepada Allah maka kita akan disadarkan bahwa kehidupan ini yang dijalani detik per detik ini sangat berati untuk masa depan yang lebih kekal yakni mempersiapkan diri untuk kematian.

Kematian akan meutuskan segalanya, meutuskan amal perbuatan, kasih sayang serta kenikmatan dunia. Setelah kematian semua menjadi nyata, yang baik akan berbalas baik dan yang buruk berbalas keburukan in ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum falaha. Kematian adalah pintu gerbang menuju kehidupan yang benar benar hakiki, ia abadi dan semua menjadi transparan tidak ada yang bisa ditutup tutupi. Nah, Muhasabah menjadi media mengumpulkan modal dan persiapan sebelum manusia diadili sejak di pintu kematian.

Muhasabah membuka ruang mata bathin selebar lebarnya untuk mengetahui aib diri dan pengakuan sesadar-sadarnya akan kondisi diri secara personal, setelah mengetahuinya kemudian termotivasi memperbaikinya hingga menjadi sebuah gerakan spiritual menuju titik kesempurnaan tertinggi dengan berbagai upaya maksimal sesuai dengan kemampuannya bukan semaunya.

Muhasabah juga dapat dijadikan sebagai pengendalian diri dan mewaspadai keinginan nafsu yang cenderung menjerumuskan, banyaknya keinginan yang tumbuh dalam diri harus selalu dipilah-pilah untuk dibedakan antara keinginan baik dan keinginan buruk, kemudian di pilih yang terbaik oleh akal sehat untuk dikerjakan. Dalam muahasabah akal mempunyai peran penting, karena akal diharapkan menjadi penerang hati, akal menjadi imamnya sedang hati sebagai makmumnya. Memang sulit terbantahkan bahwa secara ilmiah penelitian menyebutkan 70 persen tindakan manusia dipengaruhi oleh hatinya, 30 persen dipengaruhi oleh akal sehatnya. Banyak orang orang yang cerdas akalnya, mampu membedakan kebaikan dan keburukan tetapi yang dilakukan justru mengikuti keinginannya. Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa manusia cenderung bertindak dengan hati bukan dengan akalnya.

Keadaan keliru semacam ini harus ‘dilawan’ dengan genap kemampuan dan memutarbalikkan menjadi tambatan akal sebagai filter atas kinerja hati. Muhasabah menjadi elemen penting dalam kehidupan karena muhasabah menggunakan akal untuk ‘mengadili’ diri secara pribadi. Muhasabah harus dilakukan setiap saat atau paling tidak yaah setiap malam agar prilaku ini tidak melenceng jauh dari rel agama yang telah ditentukan oleh Allah swt
Share:

Mengajar belum pasti mendidik



Tugas besar seorang guru mendidik, bukan sekedar hadir di kelas untuk mengajar kemudian bebas. Mendidik lebih menitikberatkan pada transnformasi ideologi dan teladan karakter untuk murid-muridnya, mengajar itu sebatas transformasi pengetahuan saja..

Ungkapan itulah yang pernah saya tuliskan dalam rubrik guru di mata guru, hal ini penting untuk dipahami agar semua pendidik mempunyai arah panduan yang jelas dan tujuan yang tepat serta mampu merubah ideologi murid-muridnya. Padanan kata pendidikan adalah tarbiyyah sedangkan padanan kata mengajar adalah ta’lim.

Mendidik juga merawat tahap demi tahap sehingga sang murid bisa berubah dari kebiasaan buruk ke arah yang lebih baik dan inheren di dalam dirinya. Bisa jadi karena demi pendidikan sang murid dipukul (tidak menyakiti) dengan harapan ada kesadaran di masa mendatang. Hal ini tentu berbeda dengan mengajar. Mengajar adalah transformasi pengetahuan secara detail sehingga murid tidak salah paham.

Kalau dikatakan korupsi itu haram dengan berbagai dalih dan argumen maka hal itu sebatas mengajar, tetapi jika dilatih untuk tidak korupsi karena keharamannya maka hal itu dinamakan mendidik. Pendek kata, ending pendidikan adalah membuat orang mengerti sedangkan pengajaran mencetak orang pintar dan berwawasan.

Share:

Renungan; Berangkatkan hatimu

Ramadhan sudah tidak utuh lagi, hanya hanya tersisa secuil saja setelah berlalu begitu saja maka label taqwa tambah baik dan tidaknya segera diputuskan oleh Allah swt. Saatnya....Segala upaya harus diberangkatkan dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, namun adakah yang sadar bahwa segala materi, ilmu, pangkat dan apapun yang kita punyai tidak akan mampu mendekati Allah sama sekali selama dalam jiwanya ada benih ‘pemberotakan’ atau membatah terhadap titah kebenaran. Terkadang saking kerasnya hati seseorang, kebenaran yang disuguhkan di pelupuk ia tolak mentah-mentah. Karakter yang demikian ini sejalan dengan Sabda Nabi saw;

ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أوتو الجدل
Tidaklah sesat sebuah kaum sesudah mendapatkan petunjuk, kecuali orang-orang yang berontak

Harta, kedudukan, amal bahkan seluruh ilmu yang kita punya tidaklah menjadikan diri ini menjadi dekat kepada Allah, justeru malah menjadikan jalan sesat pada saat ‘memberangkatkan’ hatinya untuk mendekati Allah. KH. Asrori al-Ishaqi dengan mantab menjelaskan panjang lebar soal bagaimana kita harus memberangkatkan hati ini mendekati Allah. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah

Semua orang menginginkan selamat dari celaka, jangankan orang berbuat baik, seorang pencuri sekalipun menginginkan selamat pada saat mencuri. Alasan ingin selamat sebagai ‘pembenar’ setiap perbuatan pasti sudah dikantongi dengan apik, masalahnya, apakah alasan pembenar itu menjadikan sesuatu menjadi pasti benar?. Sekali-kali “Tidak”, hanya kaidah kebenaran syara’ dan keputusan final Allah al-haqq yang mampu menjelaskan secara detail di akhirat kelak, bila di dunia tidak mampu memilih dan memilah kebenaran yang hadir di hadapan kita .

Bagi hati yang telah dicerahkan oleh Allah pasti bisa mengenali sekecil apapun kebenaran dengan mata hatinya (bashirah) tetapi sebaliknya bagi orang-orang yang hatinya tertutup dan sudah mengeras seperti baja maka sebesar apapun keburukan pasti akan tertutup oleh kemilau alasan ‘pembenar’ yang dibuat oleh nafsunya sendiri, di situlah bisikan iblis yang paling berperan..

Imam Ghazali juga pernah memberikan pencerahan, kurang lebihnya adalah “seluruh sujud yang khusyu’ seandainya di dalam sujud tersebut terdapat satu sujud saja yang engkat mengira telah dekat berkat sujud tersebut kepada Allah maka dosanya akan lebih besar daripada dosa seluruh makhluk yang bernyawa diseluruh alam marcapada ini, baik dari golongan manusia maupun hewan”. Betapa kita merasakan kebodohan yang teramat luarr biasa menganggap bahwa kebaikan yang pernah kita lakukan merasa cukup mendekatkan diri kepada Allah.

Said Agil Siradj menjelaskan bahwa orang yang paling tertipu menurut kajian tasawuf adalah orang yang tertipu terhadap permainannya sendiri, maksudnya ia merasa mulia di saat melakukan perbuatan baiknya. Beruntunglah orang yang sering memaki-maki hatinya sendiri, semakin ia sering memaki dirinya maka semakin bersih hatinya...ya Allah tuntunlah kami ke jalan yang benar dengan cara yang benar, sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ali kw.

قليل من التوفيق خير من كثير من العقل و العلم (على كرم الله وجهه
Sedikit dari pertolongan Allah untuk mengamalkan ilmu itu lebih baik daripada banyaknya ilmu dan akal

Share:

Dari Serangan Fajar Menuju Serangan Jantung

Pemilu telah berlalu, haru dan pilu tentu dirasakan oleh semua bangsa ini, karena pemilu adalah pesta demokrasi dalam rangka menentukan nasib bangsa lima tahun mendatang, sudah menjadi kemestian bagi pemilih menginginkan pemilu ini menjadi jembata berasirasi secara bebas menetukan wakil rakyat yang duduk di meja legislasi, pengawasan dan budgeting sampai 5 tahun mendatang.

Pemilu adalah cara 'urun' rembug menentukan nasib bangsa melalui mekanisme dan aturan yang jujur dan adil, jujur tanpa ada paksaan atalagi sogo-sosgokkan, adil tidak terkecuali asalkan bangsa indonesia maka dipersilahkan untuk menentukan pilihan sesuka hatinya, tentunya setelah memilah dari visi dan misi yang disosialisasikan kepada para pemilih di masa kampanye-nya. begitulah idealnya pemilu yang dikehendaki oleh bangsa ini, pertanyaannya benarkah sudah terjadi yang demikian..?, semoga saja sudah.

Namun miris ketika di daerah saya kontestan DPD yang banyak mengantongi suara dari orang yang tidak dikenal, hanya dalam fotonya sih ia berbapakaian rapi dan bersurban, meskipun tidak kenal tapi perolehan suaranya paling mendominasi.Apakah ini berarti mereka mengerti tentang visi dan misinya, O...hh tentu tidak..! jangankan visi misi lha orang saja tidak dikenal, kalau demikian ini lalu apa hakekatnya memilih, sebuah tanda tanya besar yang masih lama jawabannya karena dibutuhkan kecerdasan pemilih dalam memilah visi-misi terkait dengan amanat yang kita berkan.

Salah satu sifat pemilu selati adil yang terus digaungkan dan harus didukung oleh semua elemen masyarakat adalah jujur, tanpa politik uang atau kampanye terselubung. Bahkan istilah yang trend dalam politik bagi bagi uang di malam pencobolosan adalah serangan fajar, mungkin serangan fajar ini masih saja ada, sekali lagi itu hanya MUNGKIN, supaya tidak dibilang lancang bicara tanpa bukti. Semoga saja sudah tidak ada diseluruh penjuru nusantara. Kalau benar masih ada serangan fajar lalu apa bedanya dengan transaksi jual beli, suara adalah barang komoditi penjualnya adalah pemilih, pembelinya adalah caleg, sedang lapak momentumnya adalah pemilu itu sendiri. Alangkah murahnya demokrasi ini, Sekali lagi hal itu harus kita jaga bersama JANGAN SAMPAI ada..! hehe.. lho kok senyum yaaaa pingin senyum aja.

pelaku kontestan yang menggunakan serangan fajar sebagai pemikat suara mungkin kaget bukan kepalang jika ternyata perolehan suara terjun bebas tidak sesuai mesin 'kalkulator' manuver politiknya. Menurut saya, itu adalah salah satu indikator bahwa pemilih mulai cerdas, jangankan menjadi anggota dewan yang mewakili suara rakyat bila masih dalam tahap prosesnya saja sudah mencoba menyuap. Hasil perolehan suara yang tidak sesuai dengan kalkulasinya bisa-bisa mengantarkan ia ke rumah sakit karena serangan jantung, Jadi seperti itulah perjalanan dari serangan fajar menuju serangan jantung
Share:

Catatan Sore


Terjun ke dunia politik praktis adalah pilihan, tidak terjun ke sana juga pilihan, saya pilih yang kedua yaitu tidak terjun ke dunia politik praktis. Bukan karena tak cinta atau membenci politisi tetapi karena lebih asyik dengan dunia mengajar, berbagi pengetahuan, bertemu dengan orang banyak yang mempunyai orientasi ketuhanan. Tapi juga jangan disangkal bahwa dunia politk adalah dunia yang jauh dengan Tuhan, semua tergantung pelaku.

Saya tidak ingin memberi catatan apapun ke "politik praktis" karena aku memang bukan ahlinya tapi memberikan tafsir yang tak dituliskan tentu sah sah saja. Tidak untuk dipublikasikan tetapi hanya untuk memberi batasan gerak sampai mana kaki ini melangkah dalam dunia nyata bukan dunia yang penuh 'rayuan' yang penuh bius kemegahan.

Semua orang berpolitik tetapi ada yang an sich berpolitik ada yang hanya bersifat 'kadang-kadang' tetapi saya memilih tidak sama sekali dalam kancah praktis, karena dunia politik pasti rawan bersinggungan antara kepentingan politisi yang satu dengan politisi lainnya. Kebersinggungan itulah yang paling saya hindari sebisa mungkin kalau memang tidak benar benar terpaksa.

Hati hati dengan dunia yang tidak kau ketahui sebenarnya karena banyak jurang yang tidak bisa kau hindari bila kau memilih jalan yang tidak diketahui terjemah rambu-rambunya
Share:

Trend baru 2014; Rebutan menjadi pelayan

Tahun 2014 adalah tahun bersejarah bagi bangsa indonesia karena pada tahun tersebut akan digelar pesta demokrasi memilih legislatif dan ekskutif , di banyak pohon tiba-tiba ada foto para caleg yang ikut dalam kontestan menjadi bakal calon penguasa negeri ini dari tingkat daerah samapai tingkat pusat. Seolah-olah tak ada ruang panorama publik yang kososng, di mana ada tonggak menjulasng tak peduli tiang telepon atau pohon, di situ pula tertempel photo ‘penunggu’ eee..h photo caleg dengan berbagai kreasi kata slogan yang menggiurkan pembaca.

Menjadi pemimpin adalah menjadi pelayan masyarakat yang memenuhi hajat orang banyak untuk kesejahteraan, karenanya rakyat membayar pajak untuk menghidupi kesejahteraan para caleg tersebut, namun tetap saja ada trend aneh yang terlihat yaitu menjadi pelayan kok rebutan?, apalagi pelayannya orang banyak. Melayani satu orang saja sudah sulit apalagi melayani orang banyak. 

Dari sini, dapat kita lihat betapa mulya hati para caleg, jika niatnya tulus mengabdikan dirinya lahir dan bathin, apabila tidak, maka kehinaan dan penderitaan akan menimpanya, kalau tidak di dunia yah... pasti di akhiratnya. Bila kita ingat, betapa seorang sahabat Nabi saw Umar bin Khattab yang gagah, pemberani, tegas, jujur dan adil sekaliber beliau saja menolak dan merasa berat utnuk menjadi khalifah (presiden) tetapi di trend baru 2014 justru ada sekelompok orang berebut kekuasaan. Ini trend baru yang aneh menurut saya.

Terlepas apakah rebutan kekuasaan itu halal atau tidaknya, yang pasti menjadi pelayan masyarakat bila tidak sesuai dengan keahliannya maka tunggulah kerusakannya. Nabi saw besarbda: "Apabila urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya"

Pejabat dalah pelayan rakyat, pelayan bangsa ini, sedangkan majikannya adalah rakyat jelata, tetapi mengapa sebagai pelayan kok tersandung soal korupsi, ini pelayan yang kurang ajar terhadap majikannya. Tentu rakyat sebagai majikannya akan sangat tersakiti dengan hal ini, dan du’aul madhlum mustajabun (do’a orang teraniaya itu maqbul) tak heran jika ada pejabat yang disumpahi rakyatnya, selanjutnya maqbul. Tentu tak tuntas dihitung jari pejabat-pejabat yang ksandung soal korupsi
Aneh...!! yah memang benar benar aneh zaman sekarang
Share:

Laknat - Nikmat Tahun Baru 2014

Masuknya tahun baru 2014 adalah nikmat bagi kita semua, nikmat karena kita semua masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menghirup udara tahun 2014 dalam keadaan teguh dalam Iman dan Islam, masih diberi ruang untuk berkreasi dan memperbanyak amal kebaikan sebagai bekal hidup di alam selanjutnya. Di samping disyukuri sebagai nikmat, tahun 2014 juga harus dicurigai sebagai laknat apabila tidak dimaksimalkan untuk berbuat kebaikan. Sebaik-baik insan adalah insan yang panjang umurnya dan baik prilakunya, sebaliknya sejelek-jelek insan adalah orang yang panjang umurnya jelek prilakunya. Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْمُنَادِيُّ ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ ، عَنْ أَبِيهِ

أَنَّ رَجُلا ، قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، " أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ ؟ ، قَالَ : مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ، قَالَ : أَيُّ النَّاسِ شَرٌّ ؟ ، قَالَ : مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ ( رواه الترمذي
Artinya:”  
sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, “siapakah manusia yang baik?”, Nabi Menjawab: ”orang yang panjang umurnya dan baik perbuatannya”. orang itu bertanya (lagi), “siapakah orang yang jelek?”, Nabi saw menjawab: ”Orang yang panjang usianya jelek perbuatannya”. (HR. Tirmidzi) 
Usia ini bagaikan dua mata sisi pisau yang sama tajamnya, tajam memberikan rahmat dan tajam pula penyebab laknat, Bila penggunaan usia untuk kebaikan maka tajam membuat irisan rahmat, tetapi tajam pula membuat irisan laknat bila usia untuk perbuatan jahat. Karena itu tak penting lagi umur panjang, yang terpenting adalah kualitas umur itu sendiri. Panjang tidak berkualitas lebih baik pendek namun berkualitas, andaikan dalam Islam boleh memohon untuk dipercepatnya maut, maka bagi orang yang usia panjang tetapi jelek perbuatannya, maka lebih baik dipercepat saja mautnya. Sayangnya tidak boleh memohon agar dipercepat datangnya maut. Demikian Laknat - Nikmat Tahun Baru 2014  
Share:

Kesiangan dan Rencana Tuhan


Minggu pagi ke-3 ini seharusnya saya memberikan kuliah subuh materi tafsir di sebuah masjid al-Fithrah perumahan Sudimara dekat kawasan perumahan Bintaro Indah, namun apa hendak dikata, gagal karena kesiangan. Menyesal luarrrrr biasa karena jadi merepotkan pengurus, membuat diri ini malu juga termasuk menelantarkan jama'ah.

kesiangan kali ini tergolong unik, pasalanya Alarm yang sudah saya siapkan dari jam 3 malam itu tak berbunyi karena setting jam-nya yang salah... Pukul 03 yang di setting bukan jam 03 dini hari di hari minggu tapi pukul 03 sore hari. houw ho..ho..ho.. Segala persiapan sudah dilakukakn dimalam harinya, kebiasaanku tidak pernah tidur kecuali larut malam sudah diganti tetapi tetap saja tidak bisa membangunkanku di pukul 03.00

Setelah memberitahukan kesiangan dan meminta maaf kepada yang bersangkutan, akhirnya kurenungi kejadian yang ada, dan samapai kapanpun mungkin tidak akan terlupakan. Memang setiap minggu ke-3 saya harus mempersiapkan diri untuk memberi ceramah di tiga tempat setiap minggunya.. namu apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, bubur inilah yang harus dimanfaatkan dengan mencari hikmah dari kesiangan dan mengharap bimbingan dari Allah swt.

Disadari sepenuhnya bahwa ini adalah Aib, penulisan ini adalah menjadi kenangan dan bahan renungan, bahwa rencana manusia selamanya tidak akan mulus tanpa pertolongan dari Allah swt. apalagi hanya pertolongan kepada sebuah alarm saja. Bantu aku mendapat pencerahan dan hikmah yang ada.
Share:

Popular Posts

Labels

Judul Tulisan

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan