Alquran menjadi kitab samawi terakhir paling sempurna diantara kitab samawai lainnya. Di dalamnya memuat aneka cakrawala pengetahuan yang tak lekang ditelan zaman. Alquran laksana samudera tak bertepi, kedalaman informasinya tidak terbatas. Untuk itulah, Alquran terus terbuka untuk diinterpretasi.
Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengungkap kandungan isi Alquran, salah satunya adalah melalui pendekatan keajaiban angka-angka yang diaplikasikan untuk membedah misteri turunnya malam seribu bulan (laylah al-qadr).
Lailatul qadar menurut mayoritas ulama’ akan terjadi di setiap tahun di bulan Ramadhan. Pendapat tersebut menolak pendapat yang mengatakan bahwa lailatul qadar sudah tidak terjadi lagi. Selain itu, secara tidak langsung menolak pendapat yang mengatakan lailatu qadar--dalam arti malam penentuan perjalanan hidup—terjadi setiap malam Nisfu Sya’ban seperti dalam tafsir al-Qurthubi yang disandarkan kepada Ikrimah.
Terjadinya lailatul qadar setiap tahun di bulan ramadhan diperkuat dengan penjelasan hadis tentang anjuran mencurahkan tenaga untuk ibadah di sepuluh hari terkahir setiap Ramadhan untuk mendapatkan lailatul qadar. Ulama’ berbeda pendapat mengenai waktu turunnya.
Secara bahasa, lailatul qadar bisa berarti malam penentuan, malam yang penentuan dan malam mulia. Disebut malam penentuan karena pada malam tersebut Allah menentukan nasib hambanya selama satu tahun ke depan. Penentuan tersebut ini merupakan realisasi dari penetuan taqdir azalinya Allah swt. Imam Mujahid menyebutnya dengan lailatul hukmi
Dalam Dar al-Masun karya al-Halibi, lailatul qadar diartikan sebagai malam yang sesak dan sempit, malam tersebut dunia seolah sempit dan sesak karena penuh sesak oleh malaikat yang turun ke bumi. Malam qadar juga diartikan malam mulia, beribadah pada malam tersebut pahalanya dilipatgandakan melebihi seribu bulan bahkan lebih.
Terminologi tersebut dapat ditampung secara keseluruhan, bahwa bahwa lailatul qadar merupakan malam yang mempunyai kemulyaan seribu bulan di mana malaikat turun ke bumi untuk mendoakan hamba Allah yang bermunajat seolah-olah alam ini menjadi sempit dengan banyaknya malaikat yang pada malam tersebut.
Lailatul Qadar dalam Perspektif Angka dan Hari
Mayoritas ulama’ sepakat, bahwa lailatul qadar turun pada malam di bulan bulan ramadhan setiap tahun, namun mereka berselisih pada hitungan malam keberapa lailatul qadar terjadi?. Ada beragam pendapat tentang hal ini. Dari sekian pendapat, yang paling populer adalah pendapat yang di sandarkan kepada Ibn Abbas bahwa bahwa laylah al-qadar terjadi pada setiap tanggal 27 Ramadhan.
Dalam tafsir Ibn Katsir, dikutip sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah yang terdapat dalam musnad at-Thayalisi, bahwa Rasul saw
Sesuangguhnya Rasul saw bersabda: sesungguhnya lailatul qadar itu hari ke 27 atau 29, dan malaikat pada malam itu beradi dibumi lebih banyak daripada hitungan kerikil.
Pendapat tersebut di atas didukung oleh ulama’ Hanabilah, Syafi’iyah dan Abu Hanifah. Bahkan menurut ulama Hanafiyah, bila ada orang yang berkata pada istrinya: “Kamu wanita yang dicerai pada malam Lailatul Qadar”, maka itu berarti talaknya jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.
Dalam literatur kitab tafsir banyak dijumpai pendapat yang menyatakan lailatul qadar terjadi malam ke-27, sebut saja tafsir Dar al-Masun, Ruh al-Ma’ani maupun Murah Labid dan lain-lain. Argumen mereka disandarkan disandarkan kepada pendapat Ibn Abbas dan sebgian juga disandarkan kepada pendapat Hasan al-Bashri dan Ubay bin Ka’ab.
Ibnu Abbas mempertimbangkan pendapatnya dengan argumentasi yang didasarkan kepada komposisi huruf yang terhimpun dalam kata “lailatul qadar" (la-ya’-la-t a-l-qa-da-r), jumlahnya ada sembilan. Dalam surat al-Qadr.
Frase “laylah al-qadr” dalam surat tersebut terulang sebanyak tiga kali, apabila jumlah hurufnya dikalikan dengan banyaknya pengulangan kata tersebut, maka jumlahnya 27, angka inilah yang dikaitkan dengan malam ke-27 di bulan Ramadhan diduga sebagai malam lailatul qadar.
Masih menurut Ibn Abbas, dalam tafsir Ruh al-Bayan karya seorang mufasir sekaligus mutashawif, bahwa kalimat yang terdapat dalam surat al-Qadr secara keseluruhan berjumlah 30 kalimat, sedangkan kata ganti “hiya” yang menunjuk kepada lailatul qadar pada surat tersebut tepat pada urutan ke-27. Hal ini dianggap sebagai isyarat turunnya lailatul qadar pada malam ke-27.
Perlu ditambahkan di sini, di dalam Alquran dan syariat banyak menyebut angka tujuh, seperti tujuh lapis langit, tujuh bumi, tujuh tingkatan surga, tawaf tujuh putaran, sa’i dan lain sebagainya. Hal ini secara tidak langsung mengarahkan lailatul qadar pada hari ke tujuh di sepuluh hari terakhir.
Selain interpretasi angka-angka seperti di atas, perlu penulis tambahkan sebagaimana yang dikutip oleh Abi Bakar Satha dalam I’anat al-Thalibin. Lailatul qadar bisa juga ditafsirkan dengan menggunakan pedoman terjadinya awal bulan Ramadhan. Salah satunya adalah pendapat Syihab al-Qulyubi yang dirangkai dalam bentuk syair di bawah ini.
يا سائلي عن ليلة القدر التي # في عشر رمضان الأخير حلت
فإنها في مفردات العشر # تعرف من يوم ابتداء الشهر
فبالأحد والأربعاء التاسعة # وجمعة مع الثلاثا السابعه
وإن بدا الخميس فالخامسة # وإن بدا بالسبت فالثالثة
وإن بدا الاثنين فهي الحادي # هذا عن الصوفية الزهاد
Isi syair di atas dapat diterjemahkan bahwa apabila awal Ahad dan Rabu maka lailatul qadar nya Malam ke-29, apabilah Jumat dan Selasa malak lailatul qadar jatuh malam ke-27, bila Kamis maka malam ke-25, bila Sabtu Malam ke-23 dan apabila awal Ramadhan hari Senin maka malam lailatul qadarnya adalah malam ke-21
Bagaimanapun upaya menemukan lailatl qadar seperti yang telah penulis paparkan di atas tidak lain adalah bagian dari ijtihad para ulama’, adapun kebenarannya bersifat relatif, yang pasti, hanya Allah yang mengetahuinya.
Lailatul qadar menjadi malam yang dirahasiakan oleh Allah, kerahasiannya itu terlihat dari penggunaan kata maa adraka ma laylat al-qadar. M Quraish Shihab menjelakan bahwa penggunaan ma adraka dalam Alquran dikaitkan dengan pertanyaan yang berkaitan dengan al-qiyamah, al-qari’ah, al-khuthamah, dapat diamati apa yang ditanyakan merupakan hal hal yang tidak mudah dicerna akal biasa.
Dalam tafsir Bayan al-Ma’ani karya Sayyid Ali Ghozi al-‘Aniy (w. 1389 H) dijelaskan, ma adraka adalah kalimat tanya pengangungan, siapapun tidak akan mampu mengetahui makna asli dari hal yang dipertanyakan.
Mengamati alur pendapat Ibn Abbas dan Syihab al-Qulyubi, maka dapat disimpulkan sementara, bahwa melalui perhitungan angka maupun hari, lailatul qadar pada tahun ini jatuh pada malam ke-27, terlepas mengenai kebenarannya yang relatif, namun yang pasti, lailatul qadar tetap menjadi rahasia bagi setiap ummat. Dirahasiakannya lailatul qadar mengandung berbagai kebaikan, salah satunya adalah agar setiap hamba mencarinya di semua malam-malam bulan Ramadhan.
Wallahu a’lam bi shawab