Alquran merupakan sumber ajaran agama Islam yang tertinggi, berisi seperangkat ajaran akidah, syariah dan sejarah. Ia menjadi referensi paling paripurna dan menjadi soko guru keagamaan terpenting di atas hadis Nabi Muhammad saw. Beragam pengertian terkait dengan Alquran, tapi intinya hendak menjelaskan bahwa Alquran adalah wahyu Allah yang dituliskan, sedangkan tulisan Alquran yang dihimpun dalam satu buku dinamakan dengan mushaf. Pengertian Alquran, menurut Imam Al-Jurjani
هُوَ اَلْمُنَزَّلُ عَلَى الرَّسُولِ المَكْتُوبِ فِى الْمَصَاحِفِ اَلْمَنْقُولُ عَنْهُ نَقْلًا مُتَوَاتِرًا بِلَا شُبْهَةٍ
Alquran sendiri mempunyai banyak keistimewaan baik dari segi bahasa seperti diksi, susunan kebahasaan bahkan keunikan tersebut pernah dibuktikan oleh Abd Daim al-Khalil ketika melihat Alquran ditinjau dari perspektif angka, ia menemukan banyak sekali probabilitas yang menakjubkan. Tidak hanya itu masih banyak sekali kemukjizatan Alquran yang sudah maupun belum ditemukan
Sejarah Perjalanan Penulisan Mushaf Alquran.
Secara global perjalanan penulisan Alquran melewati tiga periode yaitu masa Nabi Muhammad saw yang belum dibukuan, masa Abu Bakar yang berhasil membukukan Alquran atau disebut mushaf dan pada masa Utsman bin Affan ra.
Pada masa Nabi saw tulisan Alquran belum dalam bentuk mushaf masih ada beberapa sahabat yang menulis di pelepah kurma, kulit bahkan berdasarkan sejarah ada juga yang sudah menulis di kertas, namun Alquran terjamin keasliannya karena diawetkan dalam bentuk hafalan para sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw. Kemudian beliau wafat pada tahun 11 H.
Kekhalifahan pertama ada ditangan Abu Bakar ash-Shiddiq, pada masa ini banyak peperangan besar yang menewaskan penghafal Alquran seperti perang Yamamah, orang-orang murtad serta fenomena munculnya Nabi-nabi palsu. Maka atas saran Umar bin Khattab untuk membukukan Alquran, dipanggillah juru tulis yang dahulu menuliskan Alquran ketika rasul mendapat wahyu, antara lain;
Dalam jangka waktu satu tahun, pada tahun 13 H. Alquran berhasil ditulis dalam satu buku yang disebut dengan mushaf. Setelah Abu Bakar wafat kemudian mushaf tersebut dipindah-tangankan ke Umar bin Khattab (13-23 H.) kemudian setelah Umar bin Khatab meninggal, mushaf dijaga oleh Hafsah binti Umar.
Kekhalifahan dipimpin oleh Usman bin Affan (23-35 H.). Pada masa inilah babak baru penulisan mushaf kembali dimulai. Mengingat perkembangan Islam tersebar luas ke berbagai penjuru tidak hanya orang Arab saja yang membaca Alquran, melainkan di luar Arab juga banyak yang membaca Alquran. Hudzaifah al-Yamamah sebagai seorang hakim banyak menjumpai perkara silang sengketa soal bacaan Alquran. Sepulang dari perluasan Islam ke Azerbeijan dan menemukan kasus-kasus tersebut maka mengusulkan kepada Khalifah Usman bin Affan untuk membukukan Alquran. Usul tersebut disetujui, dan mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf untuk diperbanyak. Sebagian ulama berpendapat diperbanyak menjadi lima atau enam kemudian disebarkan ke seluruh kota kota besar untuk diperbanyak, sekaligus memberikan pengumuman bahwa selain mushaf tersebut harus dibakar. Tulisan Mushaf pada masa kekhalifahan ini masih berupa tulisan tangan dan kosong tanpa tanda baca berupa titik maupun syakalnya.
Pemberian Tanda Baca
Pada perkembangan selanjutnya Pemberian titik dan baris pada mushaf Alquran ini dilakukan dalam tiga fase.
Pertama, pada zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan kira-kira tahun 53 H. Saat itu, menugaskan gubernur Irak, kemudian gubernur Irak menunjuk kepada Abdul Aswad ad-Dualy untuk meletakkan tanda baca i'rab (nuqthatul i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.
Fase kedua, pada masa Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, al-Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik (nuqthatul i’jam), awalnya berupa lingkaran kemudian berkembang berbentuk kubus dan ditulis berwarna untuk, misalnya, huruf baa' dengan satu titik di bawah, huruf ta’ dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim dan Hayy bin Ya'mar.
Baru kemudian, pada masa Dinasti Abbasiyah, diberikan tanda baris berupa damah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidy (w. 170 H), seorang enseklopedi bahasa Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin Ahmad juga yang memberikan tanda hamzah, tasydid, dan ismam pada kalimat-kalimat yang ada.
Jadi mereka menjadikan umat Islam saat ini apa pun ras dan sukunya mempunyai Alquran yang sama sesuai dengan sanad yang diterima dari guru-guru mereka. Sehingga memudahkan umat setelahnya untuk membaca Alquran. Sebenarnya kalau direnungkan sebenarnya pembukuan Alquran bukan perintah rasul saw. melainkan inisiatif dari sahabat khulafaur rasyidin dan berlanjut hingga masa tabi'in. Baru kemudian perkembangan selanjutnya adalah ilmu yang membaca Alquran atau tajwid yang baru disusun di akhir abad 3, yaitu Abu Muzahim Al-Khaqani. (lahir 248 H - 325 H).