• Sungai

    darinya laut di isi, beraneka bahan yang ia bawa, dari ikan hingga kotoran. Namun laut bersabar menampungnya. Kesabaran laut patut dicontoh.

  • Pagi Buta

    Semburat mentari di ufuk timur, masuk ke sela-sela rimbun dedaunan, ia hendak datang mengabarkan semangat beraktifitas meraih asa dan cita yang masih tersisa.

  • Malam

    Malam gemerlap bertabur bintang, bintang di langit dan di bumi. Mereka membawa cerita masing masing sebelum akhirnya masuk ke peraduan asmara.

  • Gunung

    Gunung yang kokoh, ia dibangun dengan kuasanya, bukan dengan bantuan kita. Manusia hanya bertugas merawatnya dengan baik dan amanah. Bumiku lestari

  • Siang

    Mentarinya menyinari pohon di dunia, keindahannya luar biasa.

Profil Surat Al-Fatihah

Setelah beberapa hari yang lalu diposting tentang Sejarah Mushaf; dari penulisan hingga tanda baca maka untuk melihat kehebatan Alquran kita bisa cermati profil al-Fatihah ini. Surat al-Fatihah adalah merupakan surat pertama dalam urutan mushaf Utsmani. Namun secara perurutan wahyu, al-Fatihah termasuk surat yang turun di era awal-awal diturunkan wahyu. Al-Fatihah termasuk surat makiyah yang diturunkan setelah Nabi mendapatkan perintah shalat pada waktu mi’raj. Wajar, karena dalam shalat bacaan surat Alfatihah merupakan rukun qauliy yang tidak boleh ditinggalkan.   

Dalam kaitannya dengan hukum membaca Fatihah pada waktu shalat, selain hadis yang sudah populer bahwa shalat tanpa fatihah tidak diterima, Al-Mubarakfury mengutip beberapa hadits yang berkaitan dengan hukum membaca al-fatihah dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda. “Barangsiapa yang melaksanakan shalat tanpa membaca surah al-Fatihah maka hal itu seperti bayi yang terlahir prematur (beliau menyatukan hal itu tiga kali). 

Fatihah terdiri dari 141 huruf dengan maaliki, namun apabila dibaca tanpa alif maka jumlah hurufnya 140 huruf. Adapun jumlah tasydid dalam surat al-Fatihah berjumlah 14, tiga dalam basmalah dan selebihnya dalam ayat selanjutnya hingga ayat terakhir. Perkara tasydid ini menjadi sangat penting, karena tasydid merupakan huruf double, sedangkan dalam pembacaan fatihah harus secara lengkap, apabila menghilangkan tasydid berarti tidak membaca fatihah secara sempurna dan ini mengakibatkan tidak sah dalam shalat.

Kewajiban dalam membaca fatihah ada 10 antara lain:

1.        Membaca secara keseluruhan

2.        Membacanya pada saat berdiri.

3.        Tidak mengalihkan makna

4.        Membacanya dapat didengar secara keseluruhan

5.        Dengan bahasa Arab

6.        Menjaga tasydid-nya

7.        Membaca semua huruf

8.        Tidak lahn yang dapat mengubah makna

9.        Terus menerus atau tidak dijedah

10.    Dibaca secara tertib

 

Ada banyak sekali nama surat ini, paling tidak ada dua puluh lebih mengenai nama surat tersebut. Al-Fatihah, Ummul Qur’an, ummul Kitab, Sab’ul Matsani dan masih banyak lagi. salah satunya adalah ummul kitab karena di dalam surat Al-Fatihah mencakup secara garis besar isi Alquran. Secara garis besar Alquran mengandung tiga ajaran pokok dalam beragama, yaitu akidah, syariah dan sejarah, begitulah isi surat Alfatihah ayat 1-4 berisi aqidah, ayat 4 dan 5 berisi syariah sedangkan 6 dan 7 adalah sejarah. Fahruddin Ar-Razi seabgaimana diktuip dalam Itqan fi ‘Ulumil Alquran karya Imam Suyuthi dalam bab keutamaan ayat Alquran berpendapat, Alfatihah menetapkan empat perkara tentang; ketuhanan, hari akhir tempat manusia kembali, kenabian dan penetapan kehendak Allah swt. 

Rasyad Khalifah (w. 1990 M) telah menemukan sebuah perhitungan kemunculan kata kata dalam Alquran yang sangat menakjubkan. hal tersebut dapat dilihat dalam Alquran ditinjau dari perspektif angka. Salah satunya adalah ketika menghitung huruf-huruf dalam basmalah berjumlah 19, ini karena bismillah tidak ditulis dengan alif. Jumalh tersebut bisa habis dibagi dengan probabilitas atau kemunculan kata ism, Alla, ar-Rahman dan ar-Rahim sebagaimana dalam bismillaihirrahmanirrahiim. Ism dalam Alquran terulang 19 kali, sedangkan lafad Allah terulang sebanyak 2698 kalau dibagi 19 menjadi 142. Sedangkan ar-rahman terulang 57 kali, kalau dibagi 19 menjadi 3, sedangkan kata ar-Rahim terulang 114 kali, kalau dibagi 19 akan ktemu angka 6. Sebuah perulangan kata yang sangat dahsyat dan menakjubkan.  

Share:

Sejarah Mushaf; Dari Penulisan Mushaf hingga Tanda Baca

Alquran merupakan sumber ajaran agama Islam yang tertinggi, berisi seperangkat ajaran akidah, syariah dan sejarah. Ia menjadi referensi paling paripurna dan menjadi soko guru keagamaan terpenting di atas hadis Nabi Muhammad saw. Beragam pengertian terkait dengan Alquran, tapi intinya hendak menjelaskan bahwa Alquran adalah wahyu Allah yang dituliskan, sedangkan tulisan Alquran yang dihimpun dalam satu buku dinamakan dengan mushaf. Pengertian Alquran, menurut Imam Al-Jurjani

هُوَ اَلْمُنَزَّلُ عَلَى الرَّسُولِ المَكْتُوبِ فِى الْمَصَاحِفِ اَلْمَنْقُولُ عَنْهُ نَقْلًا مُتَوَاتِرًا بِلَا شُبْهَةٍ

Alquran sendiri mempunyai banyak keistimewaan baik dari segi bahasa seperti diksi, susunan kebahasaan bahkan keunikan tersebut pernah dibuktikan oleh Abd Daim al-Khalil ketika melihat Alquran ditinjau dari perspektif angka, ia menemukan banyak sekali probabilitas yang menakjubkan. Tidak hanya itu masih banyak sekali kemukjizatan Alquran yang sudah maupun belum ditemukan  

Sejarah Perjalanan Penulisan Mushaf Alquran.
Secara global perjalanan penulisan Alquran melewati tiga periode yaitu masa Nabi Muhammad saw yang belum dibukuan, masa Abu Bakar yang berhasil membukukan Alquran atau disebut mushaf dan pada masa Utsman bin Affan ra.

Pada masa Nabi saw tulisan Alquran belum dalam bentuk mushaf masih ada beberapa sahabat yang menulis di pelepah kurma, kulit bahkan berdasarkan sejarah ada juga yang sudah menulis di kertas, namun Alquran terjamin keasliannya karena diawetkan dalam bentuk hafalan para sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw. Kemudian beliau wafat pada tahun 11 H.

Kekhalifahan pertama ada ditangan Abu Bakar ash-Shiddiq, pada masa ini banyak peperangan besar yang menewaskan penghafal Alquran seperti perang Yamamah, orang-orang murtad serta fenomena munculnya Nabi-nabi palsu. Maka atas saran Umar bin Khattab untuk membukukan Alquran, dipanggillah juru tulis yang dahulu menuliskan Alquran ketika rasul mendapat wahyu, antara lain;  
Dalam jangka waktu satu tahun, pada tahun 13 H. Alquran berhasil ditulis dalam satu buku yang disebut dengan mushaf. Setelah Abu Bakar wafat kemudian mushaf tersebut dipindah-tangankan ke Umar bin Khattab (13-23 H.) kemudian setelah Umar bin Khatab meninggal, mushaf dijaga oleh Hafsah binti Umar.

Kekhalifahan dipimpin oleh Usman bin Affan (23-35 H.). Pada masa inilah babak baru penulisan mushaf kembali dimulai. Mengingat perkembangan Islam tersebar luas ke berbagai penjuru tidak hanya orang Arab saja yang membaca Alquran, melainkan di luar Arab juga banyak yang membaca Alquran. Hudzaifah al-Yamamah sebagai seorang hakim banyak menjumpai perkara silang sengketa soal bacaan Alquran. Sepulang dari perluasan Islam ke Azerbeijan dan menemukan kasus-kasus tersebut maka mengusulkan kepada Khalifah Usman bin Affan untuk membukukan Alquran. Usul tersebut disetujui, dan mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf untuk diperbanyak. Sebagian ulama berpendapat diperbanyak menjadi lima atau enam kemudian disebarkan ke seluruh kota kota besar untuk diperbanyak, sekaligus memberikan pengumuman bahwa selain mushaf tersebut harus dibakar. Tulisan Mushaf  pada masa kekhalifahan ini masih berupa tulisan tangan dan kosong tanpa tanda baca berupa titik maupun syakalnya.
Pemberian Tanda Baca

Pada perkembangan selanjutnya Pemberian titik dan baris pada mushaf Alquran ini dilakukan dalam tiga fase.

Pertama, pada zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan kira-kira tahun 53 H. Saat itu, menugaskan gubernur Irak, kemudian gubernur Irak menunjuk kepada Abdul Aswad ad-Dualy untuk meletakkan tanda baca i'rab (nuqthatul i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.

Fase kedua, pada masa Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, al-Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik (nuqthatul i’jam), awalnya berupa lingkaran kemudian berkembang berbentuk kubus dan ditulis berwarna untuk, misalnya, huruf baa' dengan satu titik di bawah, huruf ta’ dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim dan Hayy bin Ya'mar.

Baru kemudian, pada masa Dinasti Abbasiyah, diberikan tanda baris berupa damah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidy (w. 170 H), seorang enseklopedi bahasa Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin Ahmad juga yang memberikan tanda hamzah, tasydid, dan ismam pada kalimat-kalimat yang ada.

Jadi mereka menjadikan umat Islam saat ini apa pun ras dan sukunya mempunyai Alquran yang sama sesuai dengan sanad yang diterima dari guru-guru mereka. Sehingga memudahkan umat setelahnya untuk membaca Alquran. Sebenarnya kalau direnungkan sebenarnya pembukuan Alquran bukan perintah rasul saw. melainkan inisiatif dari sahabat khulafaur rasyidin dan berlanjut hingga masa tabi'in. Baru kemudian perkembangan selanjutnya adalah ilmu yang membaca Alquran atau tajwid yang baru disusun di akhir abad 3, yaitu Abu Muzahim Al-Khaqani. (lahir 248 H - 325 H).   


Share:

Al-Quar'an Ditinjau Dari Perspektif Angka

 ABSTRAK: Dekade awal turunnya Qur'an setelah wafatnya Nabi saw kira kira abad 2 hijriyah, para mufasir mengira bahwa kemukjizatan Alquran hanya terdapat pada segi bahasa saja, kemudian dengan berkembangnya disiplin tema ulumul Alquran, mereka menemukan beberapa kemukjizatan lain di dalam Alquran, seperti kemukjizatan ‘ilmi, al-ghaibiy, at-tasyrī’iy hingga saat ini ditemukan adanya kemukjizatan alquran dari segi pengulangan kata dalam Alquran yang kemudian disebut dengan i’jaz ar-raqmiy atau i’jaz ‘adadi. Kemukjizatan Alquran dalam perspektif angka tergolong baru dan masih belum mempunyai metodologi baku, meski upaya ini sudah dilakukan sejak masa As-Saqafi dan Khalifah Marwan, kemudian kurun berikutnya dikembangkan oleh Rasad Khalifah, Abdul Razaq Naufal, Abd. Daim al-Kahil dan lain-lain. I’jāz ‘adadi masih perlu dikembangkan lebih sempurna lagi untuk menjadi metodologi baru dalam memahami kandungan isi Alquran.

PENDAHULUAN
Alquran sebagai sumber pokok ajaran Islam memberikan sajian yang mempesona dengan semua kajian keilmuan yang melekat didalamnya, baik dari segi gaya bahasa (uslub),  ketelitian redaksinya maupun hubungan pilihan diksi dengan  probabilitas kemunculan kata tersebut. Dari segi gaya bahasanya, alquran mempunyai gaya bahasa yang paling indah dalam literatur arab yang ada, Al-Khulli menyebutnya al-kitab al-‘arabiyyah al-akbar. Tidak mungkin ditandingi oleh gerombolan ahli sastra arab sekalipun. Segi otentisitas Alquran melalui periwayatan yang ketat, mustahil terjadi kesepakatan untuk berbohong. Argumen yang terkandung didalamnya tak bisa dipatahkan.

Dekade awal turunya Alquran ‘dituduh’ sebagai produk olah pikir Muhammad saw untuk mempengaruhi kaum Quraisy Mekah agar berkenan mengikuti risalah yang dibawanya, namun argumen tersebut terpatahkan oleh Nabi Muhammad saw yang tidak mengenal tulis baca (ummi). Sebenarnya pengakuan Nabi saw bahwa Alquran bersumber dari Allah adalah sudah cukup menjadi bukti, seandainya Muhammad adalah pembohong seperti yang kaum quraisy tuduhkan, mestinya beliau mengaku bahwa Alquran merupakan karyanya, untuk meningkatkan popularitas dirinya.  Bisa saja seseorang membantah sengaja dikatakan sebagai firman Allah agar ditaati dan diikuti, bukankah di dalamnya juga ada ayat-ayat yang ‘mengecam’ beliau?.  Belum lagi terkait dengan ke-ummi-an Nabi Muhammad itu sendiri. Masih sederet bukti lain yang bisa ditunjukkan dalam hal ini.

Sampai abad modern ini –dan abad-abad berikutnya—Alquran tetap kokoh menjadi penuntun kebenaran dan informasi penting bagi kehidupan, salah satu petunjuk Alquran yang mencengangkan adalah akurasi probabilitas kata yang digunakan ternyata mempunyai pertalian makna yang sempurna dengan pengulangan kata tersebut, padahal ayat demi ayat turun secara gradual dalam kurun waktu yang cukup lama, namun setelah dibukukan, ditemukan berbagai keajaiban berupa angka-angka probabilitas kemunculan kata yang mempunyai pertalian dengan makna yang dikandungnya. Tapi tak jarang juga disalahgunakan dan dipaksakan untuk menyikapi kejadian tertentu yang dianggap fenomenal (baca; cocoklogi)

Pernah ada seorang ustadz yang khutbah dengan lantang bahwa runtuhnya gedung WTC tanggal 11 September 2001 terkait erat QS. At-Taubah ayat 109. Tanggal 11 adalah angka surat at-Taubah yang terletak di juz 11, tahun 2001 dikorelasikan dengan jumlah huruf dalam surat at-taubah. Jumlah tingkat di gedung WTC ada 109 dihubungkan sebagai ayatnya. Maka lahirlah kesimpulan serampangan dengan menunjuk kepada QS. at-Taubah: 109.

Tidak hanya itu. Kejadian runtuhnya WTC hanya satu dari sekian fenomena yang dihubungkan dengan ayat Alquran dari perspektif angka. Seperti Tsunami, gempa, jatuhnya pesawat termasuk aksi 212 dan lain sebagainya. Perujukan Alquran semacam ini perlu disikapi dengan tegas dan dikaji, agar tidak lahir tafsir yang serampangan tidak berdasar kajian yang ilmiah dan validitasnya diragukan.

Ketelitian redaksi Alquran memang sangat megagumkan sehingga setiap kata mengandung mukjizat. Termasuk kemukjizatan Alquran dilihat dari perspektif angka-angka dan pengulangan kata-katanya mengandung makna yang mencengangkan yang tak tertandingi oleh karya manusia. Namun benarkah cara-cara di atas adalah bagian dari metode mengungkap sisi kemukjizatan Alquran dalam perspektif angka (i’jāz al-raqmiy atau i’jāz ‘adadi) sebagaimana sudah dilakukan para penggiat kajian Alquran terdahulu. Butuh kajian lebih mendalam dalam hal ini.


Adapun obyek kajian tulisan ini seputar mengungkap temuan-temuan mukjizat Alquran ditinjau dari perspektif angka (i’jāz ‘adadi). Adapun yang akan diulas adalah berkaitan dengan angka 7, 19 dan 11. Untuk lebih fokus terhadap arah penulisan ini, maka dipandang perlu dibuat sebuah rumusan masalah; Apa pengertian i’jaz adadi dan Bagaimana kemu’jizatan angka 7, 19 dan 11 serta korelasi pertalian makna yang dikandungnya?

Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, penulis menggunakan sumber-sumber terkait dengan mukjizat Alquran perspektif angka dalam kitab al mausu’ah i’jaz ar raqmi karya Abd Daim al Kahil, kemudian al i’jaz ‘adadi lil qur’ani al kariim karya Abdurrozaq Naufal,  serta beberapa karya lain yang berkaitan dengan pokok bahasan tersebut. 

Karena keterbatasan tempat, selanjutnya bisa anda kutip, baca dan download di link berikut: Jurnal Ushuluddin PTIQ: artikel M. Wiyono.

Share:

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan