Terkadang diri ini mengumpat kepada prilaku diri sendiri yang tak kunjung ada perubahan secara drastis, baik dalam karir, pendidikan, keluarga maupun ekonomi, kalau toh ada, masih tergolong lamban, tapi sebagai pribadi syukur, meski harus tetap disyukuri. Semua orang menginginkan percepatan dalam perbaikan hidupnya dari beberapa hal tersebut, walaupun mayoritas orang orang menilai perubahan yang mencolok adalah perubahan sisi ekonominya. Bukankah sisi hidup ini tidak hanya problem ekonomi, jawabnya sudah pasti tentu ‘bukan’? kalau demikian, perubahan harus dimaknai secara general dan menyeluruh dari setiap delik kehidupan. Saya pikir tidak terlalu dibenarkan jika perubahan itu didasarkan secara utuh dari sisi materialnya saja, karena masih banyak sisi lain dari kehidupan selain yang bersifat materi.
Perubahan yang diyakini bisa mengubah kehidupannya kearah yang ‘lebih’ sangat diharapkan oleh siapapun selagi masih dalam catatan diagnosa sehat secara psikis, karena kebahagiaan adalah sesuatu yang mutlak dicita-citakan oleh semua orang dari semua strata ‘kelas’ manapun. Meski kebahagiaan itu sendiri tak bisa terdefinisikan secara konkret dan mendetail. Kebahagiaan adalah kesenangan dan ketenteraman hidup yg bersifat lahir batin, kebahagiaan sebagai momentum yang bukan eforia yang lenyap dalam sekejap. Kebahagiaan dimengerti sebagai kehidupan yang paripurna.