Valentine's Day dan Dogma Agama tentang Kasih Sayang

Hari kasih sayang atau valentine’s day yang diperingati oleh dunia pada tanggal 14 Pebruari khususnya para muda-mudi yang sedang dimabuk asmara, bila ditelusuri akar historisnya, maka akan didapati banyak versi. Entahlah mana yang paling otentik untuk ditautkan sebagai legenda lahirnya hari raya cinta dan romatisasi pasangan. Banyak kalangan remaja yang merayakannya dengan saling bertukar notisi kartu ucapan valentine yang dilambangkan dengan hati dan panah disertai dengan coklat dan mawar. Bagaimanakah tinjauan historis dibalik itu semua?.

Tak sedikit remaja yang larut dalam perayaan valentine’s secara berlebihan, sampai-sampai tidak sanggup menahan gelora asmara kemudian hanyut dalam arus gelombang keburukan dengan dalih atas nama cinta dan kasih sayang, bahkan, diperparah lagi dengan pesta tukar pasangan kencan, atau berhubungan badan di luar pernikahan yang sah. Terlepas dari itu semua kasih sayang secara isi dibenarkan oleh agama sebagai sebuah kebaikan, penulis lebih kenosentrasi pemaknaan kasih sayang dari segi isi dari pada bungkusnya, lebih menitik beratkan pada konten dan tampilan.


Historisasi Valentine’s Day
Sebuah sumber menyebutkan, bahwa pertengahan Januari-Pebruari yang disebut sebagai bulan Gamelion menurut perhitungan kalender Athena adalah momentum persembahan pernikahan dewa Zeus dan Hera, sebuah simbol kasih sayang yang sakral dan perlu diabadikan perayaannya, sedangkan di Roma kuno setiap tanggal 15 Pebruari diperingati ritual persembahan domba untuk dewa kesuburan yaitu Lupercus, kulit domba persembahan di bawa lari lari di tengah kota dan para wanita dengan suka rela menyentuhnya dengan kepercayaan agar melahirkan dengan mudah.

Pada abad pertengahan, valentine’s day sebagai hari raya romantis diperingati di Inggris dan Perancis, santer dinisbatkan kepada santos Valentinus serta dipercaya pada tanggal 14 Pebruari, diyakini musim burung mencari pasangan untuk kawin, seiring berjalannya waktu perkembangan keyakinan hari cinta kasih dan romantisasi ini terus berkembang. 

Yang paling masyhur pertalian hari Valentine adalah legenda Santos Valentinus yang diyakini gugur sebagai orang suci yang membela dua insan dalam serdadu Romawi dimana pada saat itu dilarang oleh Kaisar Claudius II untuk kawin, namun santos Valentinus memberanikan diri atas nama pembelaan terhadap cinta kasih mereka berdua untuk mengawinkannya, akhirnya ia ditangkap dan dihukum mati, sebelum kematiannya ia telah menitipkan sepucuk surat cinta kepada anak sipir penjara bertuliskan “From your valentine”, kisah legenda inilah santer disebut-sebut punya hubungan erat dengan perayaan hari raya cinta dan romantisme (sumber: wikipedia)

Pola perayaan Valentine’s Day kemudian berkembang dengan cara memberikan hadiah sebagai ungkapan kasih sayang, meminjam bahasa pepatah, lain lubuk lain pula ikannya, lain negara lain pula tradisinya. Di Jepang perayaan valentine dirayakan dengan memberikan para pria yang mereka senangi dengan permen coklat sebagai sebuah kewajiban yang disebut dengan giri-choko, giri (kewajiban) dan chocho (coklat), lalu seiring dengan waktu kemudian berkembang dengan memberikan sebuah perhiasan, dibalas pada tanggal 14 Marent-nya dirayakan sebagai hari putih (white day) pria yang mendapat hadiah diharapkan memberi hadiah imbalan.

Lain Jepang lain pula di beberapa negara barat, bahwa pasangan yang berkencan pada hari valentine dianggap sebagai dua insan yang mempunyai hubungan serius, baik sejenis maupun lain jenis. Perayaan semacam ini, ‘agak-nya’ kita jumpai di negara kita, yang mana pasangan muda-mudi yang belum resmi dalam ikatan suami-isteri nge-date berkencan dan bisa saja kebabalsan melakukan hal hal yang seharusnya tidak dilakukan. 

Dari uraian di atas, penulis mempunya dua pandangan, pertama, secara historis hari raya valentine sulit ditetapkan sumber sejarah otentiknya, kedua, bahkan terkesan dari hal-hal bersifat ritualistik, romantisisme, kemudian dikapitalisasi menjadi sebuah penjualan produksi kartu, coklat maupun perhiasan. Namun ‘bodo amat’ soal sejarah yang melatarbelakanginya, yang jelas, kasih sayang dibutuhkan untuk mengusir benci dan galau, kasih sayang merupakan alat ampuh untuk mem-perekat persatuan dan kesatuan antar sesama. Kasih sayang sangat dibutuhkan setiap orang tak kenal jenis kelamin maupun usia, baik laki maupun perempuan, anak-anak, dewasa terlebih untuk orang tua.

Teologi Kasih Sayang
Secara teologis kasih sayang kepada sesama adalah perintah, dimanifestasikan dalam bentuk berbagi, perlindungan terhadap kaum lemah serta menghilangkan kebodohan, tidak saja kepada penghuni alam tetapi juga diwujudkan dalam bentuk kasih sayang terhadap alam, dengan memelihara dan memakmurkannya sesuai perintah agama.

Agama Islam sangat perhatian terhadap sifat kasih sayang, dalam sebuah hadits juga disebutkan ajaran mengasihi orang yang lebih muda dan menghormati orang yang lebih tua, wujud lain dari kasih sayang adalah perintah saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan dan tidak saling tolong menolong dalam perbuatan dosa (QS. 5:3), bahka Nabi Muhammad saw diutus tidak lain adalah sebagai rahmat untuk semua alam (QS. 21:107). 

Dalam agama kristen pun demikian, Yesus mengajarkan cinta kasih, saling memberi dan memaafkan kepada orang yang bersalah walau kepada musuh sekalipun, di dalam Matius 12:29-31 dinyatakan “Cintailah Tuhai Allahmu dengan segenap hatimu.”, ” Cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri.” Ungkapan cinta kasih yang diberikan tidak hanya sebatas coklat atau notisi berupa kartu ucapan cinta, melainkan jiwa dan raga dikorbankan demi cinta kasih kepada sesama. Cinta kasih dalam agama dipahami dalam makna yang sangat luas.

Di dalam agama hindu juga diajarkan cinta kasih, cinta dalam perasaan hati yang mengikat, karena cinta seseorang tergerak rela berkorban demi ikatan prinsip di dalam yang dicintai, belum cukup dengan cinta yang berbuat karena terikat tujuan dan harapan, maka dibutuhkan kasih untuk melepaskan ikatan, sehingga seseorang dengan tulus melakukan sesuatu yang bersifat suka rela, semata-mata karena dorongan kasih dalam hatinya. 

Dalam agama hindu dikenal tat twam asih yang berarti penyatuan diri dengan orang lain, aku adalah engkau dan engkau adalah aku, dari sini dapat diperoleh pemahaman bahwa menyakiti orang lain sama halnya dengan menyakiti diri sendiri, atas dasar ini seseorang dengan sendiri adakan berbuat dharma kebaikan yang tidak terikat oleh apapun. Cinta kasih bagi penganut Hindu menjadi sangat perlu, bahkan salah satu sifat Sadhu (orang Suci) dalam agama Hindu diantaranya adalah memiliki toleransi besar, penuh karunia, ramah dan berteman dengan seluruh makhluk hidup, tidak bermusuhan dan berkepribadian terpuji.

Lain hindu lain pula agama Budha. Sang Buddha dalam Dhammapada 368: “Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih dan memiliki keyakinan terhadap Ajaran Sang Buddha, maka ia akan sampai pada Keadaan Damai (Nibbana), berhentinya hal-hal yang berkondisi (sankhara)”

Benang merah ajaran kasih sayang dalam semua agama sangat nampak kentara dan tidak ada perselisihan, meskipun dalam praktik dan ritualnya memang berbeda-beda, namun satu hal yang dapat digaris bawahi, bahwa kasih sayang adalah perintah semua agama yang tak terbatas waktunya, tidak hanya di tanggal 14 Februari saja, tetapi di hari-hari lain juga harus tetap lantang disuarakan oleh masing masing pemeluk agama.
Share:

No comments:

Post a Comment

Terimakash Atas kunjungan dan komentarnya ( salam persahabatan )

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan