Tanatophobia Di Tengah Corona Merona

Dampak ‘serangan’ virus Corona saat ini telah dirasakan oleh seluruh dunia, secara fisik maupun mental. Pemerintahan di seluruh dunia berjibaku melawan melaluipembuatan kebijakan-kebijakan baru, semua fokus untuk menyelamatkan bangsanya masing-masing.

Pandemi global yang terjadi saat ini, membuat mesin pemerintahan menjadi terganggu dan stagnan, tidak hanya terbatas secara fisik seperti ekonomi, politik, budaya dan pariwisata, tapi Corona juga menggelayuti mentalmasyarakat dunia. Banyak manusia di muka bumi saat ini merasa terancam, tidak nyaman dan cemas hingga takut terhadap kematian, walaupun setiap individu percaya bahwa kematian itu sebuah kepastian. Kalau tidak dicarikan solusinya dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit thanatophobia.

Thanatophobia berasal dari bahasa latin yaitu thanatos yang berarti kema ian dan phobia yang berarti takut yang berlebihan. Jadi, thanatophobia diartikan sebagai gangguan kegelisahan yang diderita oleh individu karena takut yang berlebihan terhadap kematian. Pengidap thanatophobia melihat dirinya seolah sudah berada tepat di palang pintu kematian, sehingga aktivitasnya terhenti, karena takut mati ‘diserang’ Corona.

Penyebaran virus Corona yang sangat massif ke seluruh dunia dan grafik angkakorbannya terus meningkat, mengirimkan pesan kecemasan dan suasana kepanikan yang luar biasa, acap kali mendengar kata ‘Corona’. Belum lagi derasnya arus informasi yang hoax membuat galau ini semakin paripurna.

Untuk menghindari terjadinya sifat cemas yang berlebih itu, masyarakat butuh edukasi sebagai bentuk coping stress kepada mereka agar terhindar dari sifat thanatophobia. Menurut Rasmun dalam bukunya Stress, Coping dan Adaptasi, Coping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik. (Rasmun, 2004; 29)

Apabila tidak dipersiapkan dengan baik pasca stay at home maupun social distancing bukan tidak mungkin akan menyisakan pengalaman traumatik,mengubah prilaku sosial keseharian kita, dari ceria menjadi pemurung. Padahal jaga jarak dan tinggal dirumah saja sementara ini adalah bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran belaka, bukan memupuk rasa takut mati

***
Sebenarnya apa yang membuat kita takut menghadapi kematian?. Ragib al-Asfihani dalam kitab Adz-Dzari’ah ila Makarim as-Syari’ah menjelaskan bahwa ada empat hal yang membuat seseorang takut mati, salah satunya adalah disebabkan kehidupan setelah mati menjadi adalah kehidupan secara isterius. Siapapun tidak mengetahui secara pasti dan ilmiah apa yang terjadi di sana. Mereka yang telah mati tak pernah kembali dan mereka yang hidup tidak kuasa untuk coba-coba masuk ke alam baka, dimana para leluhur telah mendahului kita.

Novelis Amerika Serikat, Andrew Anselmo Smith pernah mengatakan, “Manusia itu mempunyai sifat takut pada hal-ihwal yang tidak bisa difahami dan benci terhadap sesuatu yang tidak bisa ditaklukkan.”

Kematian yang sedang kita bahas ini,berkesesuaian dengan ugkapan Smith, bahwa kematian merupakan sesuatu yang ‘tidak bisa dipahami’ dan ‘tidak bisa ditaklukkan’. Untuk menghindari  terjangkit thanatophobia sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai obat.

Pertama, kematian adalah kepastian. Orang yang takut dan yang berani,keduanya akan sama sama merasakan kematian (dza’iqatul maut). Oleh karena itu memikirkan, kemampuan manusia yang lemah ini terbatas hanya memilih sebab-sebab yang mengantar kematian. Dalam arti, menginginkan kematian dalam keadaan berbuat baik dan menyenangkan. Lebih baik mati sebab sakit biasa daripada sebab korona, ikhtiyar itulah yang saat ini sedang dilakukan bersama-sama. Selebihnya kehendak Tuhan yang pasti menang.

Kedua, hidup ini bagaikan tugas atau kerja, sedangkan kematian ibarat menjemput honornya. Segala aktivitas kebaikan maupun keburukan punya konsekuensi masing-masing, kebaikan berbalas kebaikan pun juga demikian sebaliknya (Qs. al-Isra’:7). Dengan analogi seperti ini, kematian mesti disambut dengan gembira karena akan menerima balasan.

Ketiga, kematian adalah kembali kepada pemiliknya, sebenarnya manusia tidak ditempatkan di dunia yang fana ini, tetapi ditempatkan di alam yang lebih kekal, oleh karena itu ia ‘diperjalankan’ ke alam berikutnya untuk menuju alam akhirat. Jadi, kematian layaknya seperti pulang kampung halaman. Karena itulah orang Islam dikenalkan dengan istirja’ atau ucapan innalillahi wa innal ilayhi raji’un.

Kematian menjadi keniscayaan yang tak terbantahkan, oleh siapapun dan agama manapun. Oleh karena itu tidak terlalu penting memikirikan kematian, yang terpenting adalah ikhtiyar mencari penyebab kematian. Stay at home dan social distancing dalam konteks wabah seperti saat ini bukan karena takut kematian, melainkan ikhtiyar untuk lari dari penyebab kematian yang satu menuju kematian yang lebih baik
Share:

No comments:

Post a Comment

Terimakash Atas kunjungan dan komentarnya ( salam persahabatan )

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan