Mubadzir Dibalik Bukber

Terbit, 3 Juli 2015
Bagi orang berpuasa, melaksanakan berbuka puasa hukumnya wajib dan sangat dianjurkan segera berbuka saat bedug maghrib tiba. Kebersamaan waktu berbuka dimanfaatkan oleh berbagai instansi, organisasi atau kelompok masyarakat melakukan buka puasa bersama (bukber).

Rasa bahagia, suka cita dan berseri-seri nampak di wajah-wajah mereka, seolah membawa pesan bahwa bukber bagaikan lebaran kecil yang demokratis tak membedakan apapun profesi dan jabatan mereka, sebuah kebersamaan yang sangat indah, biasanya rangkaian acaranya diawali dengan ceramah agama, doa, shilaturrahiim dan acara religi lainnya. Diantara mereka berbagi menu buka puasa yang merupakan anjuran agama juga, sebagaimana sabda Nabi saw. “Barangsiapa memberikan hidangan berbuka puasa bagi yang berpuasa, maka baginya seperti pahala yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang berpuasa” (HR. Tirmidzi) 

Dengan acara buka puasa bersama ada banyak kebaikan melimpah disana, tetapi bukan berarti terlepas dari kebiasaan buruk, yang melekat keburukan yang melekat dalam acara buaka puasa bersama adalah, menu makanan yang berlebihan (israf) dan tak jarang kita temui ada menu makanan terbuang begitu saja (mubadzir). Padahal sebuah larangan dalam agama buka puasa dengan makan berlebihan, makan berlebihan berdampak buruk terhadap kesehatan tubuh dan melumpuhkan spirit puasa, yang salah satu tujuannya adalah melemahkan hawa nafsu, termasuk nafsu rakus terhadap makanan.

Dalam teks keagamaan (nushus syar’iyyah) ajaran berbuka tidak berlebihan kehilangan gaungnya, terlebih lagi bila instansi profit yang bonafit sebagai founding father penyelenggara, aneka ragam menu spesial dipersiapkan untuk memuaskan tamu undangan, rasa empati terhadap penderitaan saudara kita yang lemah saat berpuasa di siang harinya pudar seiring dengan ragam santapan yang berlebihan. Tuntunan agama melarang makan berlebihan (QS al-A’raf : 31).

 Imam Ghazali dalam Minhajul Abidin memberikan perhatian besar terhadap persoalan makan, menurutnya ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam makan, pertama, menjauhi makanan subhat dan haram, baik secara eksistensi makanan itu sendiri maupun dari cara meraihnya. kedua, menjauhi makan berlebihan, lebih jauh Imam Ghazali mengingatkan dampak makan berlebihan akan menimbulkan penyakit yang merugikan badan, sedangkan secara spiritual akan mengurangi manisnya beribadah. 

Berlebihan dalam berbuka puasa indikator kegagalan memaknai hakikat puasa yang sebenarnya, tak heran bila berkali kali melewati ritual puasa tapi tak kunjung memetik hasil gemilang sesuai yang diharapkan. Dalm hal ini, wawasan puasa harus terus didengungkan demi tercapainya perubahan dalam jiwa secara total, perubahan perkatan, sensitifitas sosialnya dan perubahan mental lainnya.

Puasa bukanlah tujuan akhir, tapi sarana melatih diri dengan cara melakukan lompatan dari kelas hewani menuju alam kelas malaikat yang tidak butuh makan dan minum, diharapkan dari puasa menghasilkan perubahan jiwa yang menakjubkan, pengendalian diri yang kokoh dan orientatif, kesederhanaan yang maksimal, sebagai bekal mengarungi hidup sebelas bulan yang akan datang. Namun bila fenomena buka puasa yang dilakukan selepas puasa seharaian saja tidak mampu berlaku sederhana, rasanya mustahil bisa hidup sederhana sebelas bulan yang akan datang?. 

Sekali lagi, perlu digaris bawahi dengan tebal, bahwa berpuasa adalah sarana (washilah) melatih diri bukan sebuah puncak tujuan (ghoyah). Tujaun utama berpuasa adalah menciptakan insan bertaqwa sebagaimana yang termaktub dalam QS. al-Baqarah:183, yang salah satu cirinya adalah tidak berlebihan dan tidak tabdzir
Puasa adalah imsak, menahan makan dan minum sudah dikenal dalam dunia medis sebagai obat jitu istirahat pencernaan dan memberikan jedah waktu leluasa untuk membakar kotoran sisa makanan akibat ragam makanan yang disantapnya, karena itu puasa sudah menjadi salah satu obat jitu menyembuhkan segala penyakit. 

Alex Sufrin, seorang ilmuwan Rusia, dalam bukunya menuliskan, “Penyembuhan dengan cara berpuasa mempunyai manfaat yang khas untuk penyakit amnesia, diabetes, mata, lemah pernafasan, penyakit jamur yang kronis, luka dalam dan luar, TBC, hydropsy, rematik, kulit yang terkelupas, penyakit kulit, ginjal, liver, dan penyakit-penyakit lainnya. Tetapi, penyembuhan dengan cara berpuasa ini tidak hanya bermanfaat untuk penyakit-penyakit yang tertera di atas, bahkan penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan jasmani manusia yang bercampur dengan sel-sel badan, seperti kanker, shiphlish, TBC, serta tipes pun bisa disembuhkan dengan melakukan puasa” (lih, Nashir M Syirazi, 2013)

Dengan puasa pula ada banyak pembaruan sistem syaraf dalam tubuh bila puasa dilakukan itu sesuai petunjuk agama, sebaliknya keluar dari koridor petunjuk agama, bukan tidak mungkin hasilnya justru malah sebaliknya, puasa sebagai beban extra berlebih kepada pencernaan di malam hari, setelah diistirahatkan di siang hari.

Kendati puasa sudah berlangsung separuh lebih, namun tidak ada kata terlambat untuk merubah peta tujuan berpuasa di hari hari yang masih sisa, bila tidak ingin puasa kita kehilangan sisi vitalitasnya.
Share:

No comments:

Post a Comment

Terimakash Atas kunjungan dan komentarnya ( salam persahabatan )

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan