Rukhsah Dalam Puasa Ramadhan

Puasa adalah ibadah wajib yang harus dilakukan oleh setiap orang islam yang sudah akil baligh, baik laki-laki maupun perempuan, bagi seseorang yang tidak berpuasa maka Allah akan mengancam dengan siksaan yang berat bagi orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja

Sebuah kisah dari sahabat Abu Umamah Al Bahili ra. Beliau (Abu Umamah) menuturkan bahwa beliau mendengar Rasul saw bersabda: 

Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata: ”Naiklah”. Lalu kukatakan,: ”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata,: “Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya: “Suara apa itu?” Mereka menjawab: “Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.” Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah.” Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya,: “Siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” (HR. An-Nasa’i dalam Al Kubra, sanadnya shahih.)


Namun Allah juga memberikan rukhsah (keringan) hukum boleh berpuasa bagi orang orang yang mendapatkan udzur syar’i (berhalangan menurut agama), begitulah Allah menetapkan hukum kepada hambanya, pada kasu tertentu seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa seperti, orang tua jumpo, sakit yang membahayakan, hamil, menyusui dan orang-orang yang dalam perjalanan jauh. Berikut di bawah ini adalah cuplikan dari firman Allah swt;

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.
...dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 185)

Bagi orang yang sedang dalam perjalanan atau sakit yang memungkinkan diharap kesembuhannya diperbolehkan untuk tidak berpuasa namun wajib menggantinya di hari yang lain. Berbeda dengan orang yang sudah tua jumpo yang tidak mampu untuk berpuasa yang mana apabila berpuasa akan membawa dampak lebih buruk lagi di usia tuanya maka ia boleh tidak berpuasa dan wajib menggantinya dengan membayar tebusan (fidyah) sebanyak hari-hari berpuasa begitu juga berlaku untuk orang yang sakit yang tidak mungkin diharap kesembuhannya.

Adapun orang yang hamil atau menyusui maka harus dirinci sebagai berikut;
Apabila orang yang hamil atau menyusui jika ia berpuasa dikhawatirkan akan membahayakan dirinya saja maka ia wajib untuk mengganti puasa (qadha’), akan tetapi apabila ia mampu berpuasa tetapi khawatir akan bahaya janin yang dikandungnya atau bayi yang disusui, seperti mengakibatkan kandungan lemah, atau air susu yang berkurang drastis sehingga membahayakan sang bayi maka baginya wajib membayar fidyah sekaligus mengganti puasa di hari yang lain (qadha’). Begitulah pendapat Imam Syafi’i yang kebnyakan dianut oleh para ulama’

Adapun pendapat lain yang berkaitan dengan wanita hamil dan menyusui diantaranya adalah

Syeikh ‘Athiyah Saqar berpendapat seseorang hamil atau menyusui yang mengkhawatirkan terhadap janin/bayi serta pada diri sang Ibu maka Ibn Abbas, Ibnu Umar, berpendapat bahwa keduanya boleh tidak berpuasa dan hendaklah mengeluarkan fidyah serta tidak perlu mengqodho puasanya, karena disamakan dengan orang yang sudah tua renta..

Malik dan Baihaqi dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar pernah ditanya tentang seorang wanita yang hamil apabila dia khawatir terhadap anak (yang dikandungnya), maka dia mengatakan,”Hendaknya dia berbuka dan memberikan makan setiap harinya satu orang miskin sebanyak satu mud dari gandum. Didalam hadits disebutkan,”Sesungguhnya Allah memberikan keringanan kepada orang yang melakukan perjalanan terhadap puasanya dan separuh shalatnya—qashar dalam shalatnya—dan kepada orang yang hamil dan menyusui terhadap puasanya.” (HR. Ahmad dan Ashabush Sunan).

Berkaitan dengan qadha puasa dan fidyah, Ibnu Hazm tidak mewajibkannya berbeda dengan Ibnu Abbas dan Ibnu Umar mewajibkan mereka membayar fidyah saja tidak perlu mengqadha. Adapun para ulama Hanafi berpendapat diwajibkan baginya qadha saja tanpa fidyah. Para Ulama Syafi’i dan Hambali mewajibkan baginya qadha dan fidyah apabila dia khawatir terhadap anaknya saja akan tetapi apabila dia khawatir terhadap dirinya saja atau terhadap dirinya dan juga anaknya maka wajib baginya qadha saja tanpa fidyah. (lih. Nailul Author IV/ 243 -245)

Pendapat Imam Syafi’iy dapat di lihat di dalam tabel berikut ini;

Keterangan Fidyah Qadha'
SAKIT, sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya x
-
SAKIT yang bisa diharapkan sembuhnya - x
MUSAFIR, perjalanan jauh yang melelahkan minimal dengan jarak 90 km - x
HAMIL & MENYUSUI, bila berpuasa akan membahayakan diri sang ibu hamil atau menyusui - x
HAMIL & MENYUSUI, bila berpuasa akan membahayakan Janin atau Bayinya x x
Orang yang sudah tua, yang tidak mampu berpuasa, bila berpuasa akan membahayakan dirinya x -

Disarikan dari kitab Fathul Qarib
Share:

No comments:

Post a Comment

Terimakash Atas kunjungan dan komentarnya ( salam persahabatan )

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan