Dari Serangan Fajar Menuju Serangan Jantung

Pemilu telah berlalu, haru dan pilu tentu dirasakan oleh semua bangsa ini, karena pemilu adalah pesta demokrasi dalam rangka menentukan nasib bangsa lima tahun mendatang, sudah menjadi kemestian bagi pemilih menginginkan pemilu ini menjadi jembata berasirasi secara bebas menetukan wakil rakyat yang duduk di meja legislasi, pengawasan dan budgeting sampai 5 tahun mendatang.

Pemilu adalah cara 'urun' rembug menentukan nasib bangsa melalui mekanisme dan aturan yang jujur dan adil, jujur tanpa ada paksaan atalagi sogo-sosgokkan, adil tidak terkecuali asalkan bangsa indonesia maka dipersilahkan untuk menentukan pilihan sesuka hatinya, tentunya setelah memilah dari visi dan misi yang disosialisasikan kepada para pemilih di masa kampanye-nya. begitulah idealnya pemilu yang dikehendaki oleh bangsa ini, pertanyaannya benarkah sudah terjadi yang demikian..?, semoga saja sudah.

Namun miris ketika di daerah saya kontestan DPD yang banyak mengantongi suara dari orang yang tidak dikenal, hanya dalam fotonya sih ia berbapakaian rapi dan bersurban, meskipun tidak kenal tapi perolehan suaranya paling mendominasi.Apakah ini berarti mereka mengerti tentang visi dan misinya, O...hh tentu tidak..! jangankan visi misi lha orang saja tidak dikenal, kalau demikian ini lalu apa hakekatnya memilih, sebuah tanda tanya besar yang masih lama jawabannya karena dibutuhkan kecerdasan pemilih dalam memilah visi-misi terkait dengan amanat yang kita berkan.

Salah satu sifat pemilu selati adil yang terus digaungkan dan harus didukung oleh semua elemen masyarakat adalah jujur, tanpa politik uang atau kampanye terselubung. Bahkan istilah yang trend dalam politik bagi bagi uang di malam pencobolosan adalah serangan fajar, mungkin serangan fajar ini masih saja ada, sekali lagi itu hanya MUNGKIN, supaya tidak dibilang lancang bicara tanpa bukti. Semoga saja sudah tidak ada diseluruh penjuru nusantara. Kalau benar masih ada serangan fajar lalu apa bedanya dengan transaksi jual beli, suara adalah barang komoditi penjualnya adalah pemilih, pembelinya adalah caleg, sedang lapak momentumnya adalah pemilu itu sendiri. Alangkah murahnya demokrasi ini, Sekali lagi hal itu harus kita jaga bersama JANGAN SAMPAI ada..! hehe.. lho kok senyum yaaaa pingin senyum aja.

pelaku kontestan yang menggunakan serangan fajar sebagai pemikat suara mungkin kaget bukan kepalang jika ternyata perolehan suara terjun bebas tidak sesuai mesin 'kalkulator' manuver politiknya. Menurut saya, itu adalah salah satu indikator bahwa pemilih mulai cerdas, jangankan menjadi anggota dewan yang mewakili suara rakyat bila masih dalam tahap prosesnya saja sudah mencoba menyuap. Hasil perolehan suara yang tidak sesuai dengan kalkulasinya bisa-bisa mengantarkan ia ke rumah sakit karena serangan jantung, Jadi seperti itulah perjalanan dari serangan fajar menuju serangan jantung
Share:

1 comment:

  1. Sekarang ini modus serangannya sudah semakin beragam, bukan cuma serangan fajar, ada juga serangan tengah malam, bahkan serangan siang hari bolong. Pemilih memang semakin cerdas, tapi tetap saja para pemilik modal dan status quo tak pernah cerdas

    ReplyDelete

Terimakash Atas kunjungan dan komentarnya ( salam persahabatan )

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan