• Sungai

    darinya laut di isi, beraneka bahan yang ia bawa, dari ikan hingga kotoran. Namun laut bersabar menampungnya. Kesabaran laut patut dicontoh.

  • Pagi Buta

    Semburat mentari di ufuk timur, masuk ke sela-sela rimbun dedaunan, ia hendak datang mengabarkan semangat beraktifitas meraih asa dan cita yang masih tersisa.

  • Malam

    Malam gemerlap bertabur bintang, bintang di langit dan di bumi. Mereka membawa cerita masing masing sebelum akhirnya masuk ke peraduan asmara.

  • Gunung

    Gunung yang kokoh, ia dibangun dengan kuasanya, bukan dengan bantuan kita. Manusia hanya bertugas merawatnya dengan baik dan amanah. Bumiku lestari

  • Siang

    Mentarinya menyinari pohon di dunia, keindahannya luar biasa.

Diintip Kamera

Ahad, 4 Mei 2014 kemarin merupakan hari tidak biasanya, pasalnya pada hari Ahad ada syuting. Sudah kesekian kalinya saya tampil akting di depan kamera tapi masih saja ada rasa canggung, meskiun dengan beberap kali baru pada saat inilah dapat tampil dengan bagus.

Fragment yang diminta produser adalah sebagai guru pesantren yang memberikan penjelasan tentang sudut pandang mengenai pernikahan lintas agama. Calon mempelai putri yang notabene-nya sebagai santriwati akan di jodohkan secara paksa dengan pria yang bukan pilihannya sendiri. Pengetahun yang ditimba di pesantren diharapkan menjawab problem dua keluarga yang hendak menjodohkan dua insan beda agama ini. Menjelaskan bahwa prinsip dasar pernikahan adalah adanya persesuaian ideologi kedua belah pihak, agar bangunan rumah tangganya kuat terlebih lagi pada saat beban ditampungnya nanti bertambah dengan lahirnya seorang anak. Akhirnya kedua orang tua mengurungkan niatnya dan menjadi persaudaraan antar agama saja.



 


Saya sangat menikmati peran ini, mengingat kebiasaan sehari-hari juga mengajar ‘kitab kuning’ sehingga dalam fragment tersebut dibuat sedemikian rupa seolah-olah ada pengajian layaknya dipesantren pada umumnya. Kitab yang dibaca sebagai rujukan pada fragment tersebut adalah murah labiid atau lebih dikenal dengan tafsir al-muniir karya an-Nawawiy, gaya khas pesantren menjadikan tidak perlu persiapan pajang dan alhamdulillah acting berjalan lancar.

Sama sekali saya tidak mempunyai latar belakang di dunia akting, tetapi sekali lagi alhamdulillah tergolong masih bisa ber-’bohong’ di depan kamera sebagaimana pemeran yang diinginkan oleh produser. Memang selama ini belum mencoba untuk sebagai pemeran lain yang durasinya berjam-jam di layar kaca televisi, tapi cukup rasana menjadi pengalaman berharga.

Dalam dunia akting ada hal yangberbeda dengan dunia nyata, yang saya rasakan diantaran, pertama, Tampil bukan alamiah adalah hal sulit karena semua emosional dicurahkan untuk memenuhi persesuaian dengan jalan ceritanya dan pemerannya, dengan begitu harus benar-benar menghayati peran ketokohan tersebut; kedua, Seluruh gerak-gerik dibutuhkan berfikiran fokus dan intensitas tinggi disesuaikan dengan peran yang ditugaskan, karena di situ ada banyak hal tersirat yang bisa disampaikan kepada pemirsa, misalnya mimik wajah, gaya bicara, pandangan mata dan seterusnya.

Ketiga, suasana dialog yang diintip kamera terkadang masih terbawa dengan emosional dialog sebelumnya, seorang pemeran harus bisa merubah situasi dan kondisi emosional untu disesuaikan dengan jalan cerita yang sedang diperankan, Nah, di sinilah improvisasi sangat dibutuhkan.

Syuting yang sempat terhenti beberapa saat karena hujan tersebut rencanakan akan tayang untuk program acara ‘santri kelana’ tanggal 8 Mei 2014 besok pukul. 04:00 di TVRI. Besar harapan kami agar para pembaca ikut berperan serta menonton dan memberikan masukan dengan komentar di blog ini sebagai masukan. LEwat blog ini pula terimakasih atas semua crew TVRI khususnya P. War dan P. Angga

Mau tau tentang kami silahkan klik di sini
Share:

Popular Posts

Labels

Recent Posts

Motto

  • Membaca
  • Mengamalkan
  • Mennulis
  • Menyebarkan